Just For Seeker ... Hanya Untuk Pencari
Jalaludin Rumi : tentang hikmah (Dilema Faqir) =
Janganlah kamu berlaku zalim dengan tidak memberi kepada orang yang berhak menerimanya.
namun janganlah kamu berlaku fasik dengan memberi kepada orang yang belum layak menerimanya.
Kutipan posting akhir zaman Dhamma Sekha
Well, segala yang kita lakukan sesungguhnya tidak sekedar memiliki effek kosmik namun juga dampak karmik episode samsarik berikutnya (bukan hanya diri namun juga keseluruhan plus lainnya). Daripada terpedayakan pendagelan yang bukan hanya sesat tetapi menyesatkan dengan kerusakan diri dan pengrusakan lainnya demi pemuasan kebencian/ pengumbaran kedengkian untuk peraihan kekuasaan dengan penghancuran kebersamaan (mencela sesungguhnya tercela bahkan pasti akan mencelakai diri sendiri selain lainnya dan sama sekali tidak menjadikan diri mulia bahkan malah menjadi nista karena kesombongan perendahan lainnya dengan meninggikan diri sendiri ... bukan hanya sekedar mengharapkan namun sudah mengusahakan celaka ? seperti bumerang yang kembali ke sumbernya walau sesungguhnya target ditujukan kepada orang lain namun akan berbalik kepada dirinya sendiri) ... ada baiknya walau risky & riskan sharing pemberdayaan berperan yang benar, bajik dan bijak demi kecerahan dan pencerahan bagi yang memang memiliki relatif 'lebih sedikit debu di mata' batin kesadarannya demi transformasi kemanusiaan, keIlahiahan, keBuddhaan dst (?!) sebagaimana yang seharusnya dilakukan ... sebagaimana kerinduan kembali dalam kesejatian dengan mementingkan kebenaran secara sadar dengan wajar dan tetap cakap, dan bukan semakin naif, liar dan semu dalam kejatuhan pembenaran kepentingan diri semata secara buruk, kasar dan licik.
LINK DOWNLOAD DULU
|
BUDDHISM (TIPITAKA) |
|
|
|
|
TIPITAKA PALI OKE.rar |
385,053,399 |
Documents : Buddhism |
https://archive.org/download/tipitaka-pali-oke/TIPITAKA%20PALI%20OKE.rar |
|
TIPITAKA ENG oke.rar |
636,965,209 |
Documents : Buddhism |
https://archive.org/download/tipitaka-eng-oke/TIPITAKA%20ENG%20oke.rar |
|
TIPITAKA INA OKE.rar |
240,655,085 |
Documents : Buddhism |
https://archive.org/download/tipitaka-ina-oke/TIPITAKA%20%20INA%20OKE.rar |
|
BUDDHISM (SPECIAL) |
|
|
|
|
DHAMMAPADA OKE.rar |
88,418,392 |
Documents : Buddhism |
https://archive.org/download/dhammapadaoke/DHAMMAPADA%20OKE.rar |
|
3 ABHIDHAMMA.rar |
389,592,715 |
Documents : Buddhism |
|
|
VISUDDHI MAGGA.rar |
180,957,850 |
Documents : Buddhism |
https://archive.org/download/visuddhimagga_202004/VISUDDHI%20MAGGA.rar |
Link Referensi, Download & Browsing Blog + Vlog for Data & Video lanjut ? Via Archive.Org lagi ... masih sungkan (belum bisa donasi? ribet proses ) ... Tampaknya, posting ini akan menjadi sangat panjang, berat & lama bagi kami disamping mutlak diperlukan ekstra terjaga bukan hanya kebodohan internal & pembodohan eksternal diri sendiri namun untuk mampu menjaga lainnya juga agar tetap saling berjaga agar tidak sensitif , reaktif bahkan negatif / agresif ? .... bukan hanya 'bener' tetapi harus 'pener'. (kebajikan tanpa kebijakan sebagaimana sebaliknya bisa jadi bumerang bagi diri & semua ).
Akhirnya setelah semingguan (14/11-2020) kami temui juga prakata awal untuk masuk ...
Dalam kitab suci Uddana 8.3 Parinibbana (3) Buddha bersabda : O,bhikkhu ; ada sesuatu yang tidak dilahirkan ajatam, tidak menjelma abhutam, tidak tercipta akatam, Yang Mutlak asankhatam Jika seandainya saja tidak ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak menjelma,tidak tercipta, Yang Mutlak tersebut maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran penjelmaan ,pembentukan , dan pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada sesuatu yang tidak dilahirkan,tidak menjelma, tidak tercipta, Yang Mutlak tersebut maka ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu itu.
Buddhisme umumnya menamai itu semua sebagai Nibbana (Unio Mystica Kemurnian/KeIlahian ? ). Tanpa niatan mengacau, jika kami memandang ini secara tidak langsung mungkin menunjukkan dua hal sekaligus ,yaitu : kesaksian akan adanya "keilahian' yang diistilahkan sebagai ‘yang Mutlak” dan yang kedua penjelasan bahwa nibbana pencerahan sebagai puncak pencapaian spiritualitas Buddhisme hanya mungkin terjadi karena adanya ‘Yang Mutlak’ tersebut. Seperti di tabel.
|
Dimensi |
Tanazul Genesis KeIlahian ↓ |
Taraqi Eksodus Pemurnian ↑ |
Simultan progress Triade |
|
Transendental |
ESENSI MURNI ? ! . |
Transendental |
ajatam |
abhutam |
Panna (theravada?) |
Universal |
akatam |
asankhatam |
|||
Eksistensial |
Asekha ? |
Nibbana |
|||
Universal |
ENERGI ILAHI nama brahma |
Transendental |
Anagami |
suddhavasa |
Samadhi (vajrayana ?) |
Universal |
Anenja |
arupavacara |
|||
Eksistensial |
Vehapala > |
rupavacara |
|||
Eksistensial |
MATERI ALAMI rupa kamavacara |
Transendental |
Mara/Kal, ... |
triloka |
Sila (mahayana?) |
Universal |
Yama , Saka, ... |
svargaloka |
|||
Eksistensial |
asura? < Bhumadeva |
apayaloka |
(vs mitos 'agama' Budhi (Siwa Buddha) Sabdo Palon ?)
Ini ruwet, bro/sis .... Lintas Agama/ Mistik/Dharma, etc untuk memadukan puzzle mozaik kinerja desain sistem mandala ke-Esa-an ini. Bagaimana dan darimana kami mulai, ya ?
Kami tidak suka bergantung kepercayaan atas mitos eksternal (satrio piningit, agama buddhi sabdo palon, etc) walau membenarkan mutlak diperlukan pemberdayaan internal akal sehat, hati nurani dan jiwa suci untuk mencari, menempuh dan menembus kebenaran. Ini bukanlah sekedar hanya karena keinginan romantis tusita untuk 'berbahagia' bebas dari penderitaan (asekha untuk nibbana) ataupun advaita peleburan brahma keilahian universal (akatam asankhatam) universal namun terutama kerinduan abadi realistis shiva akan kesejatian azali (ajatam abhutan). Lihat triade-nya paralel berimbang meningkat ke atas, ke bawahnya dst.
Maaf agak menyimpang tanpa niatan mencela/membela atau menyesatkan/mengacaukan , seandainya
saja Samma SamBuddha berasal dari Mara / Shiva mungkin akan beda ketimbang dari Tusita/ Vishnu. Shiva & Vishnu sebagaimana
Brahma adalah Mahadeva Triloka Kamavacara dalam versi Purana Hinduisme.
Shiva Nataraja adalah pasuphati /pecinta kehidupan/ yang realistis
mengasihi segalanya bukan hanya yang baik (dewata) namun juga menerima
yang kurang baik? (asura). Agak berbeda dengan Vishnu Narayana yang lebih
romantis lebih mencintai kebajikan saja dan cenderung tidak menyukai
(walau berusaha menerima tetapi tidak membenci) keburukan. (swadika > nibbida ?) Kisah avatara
Vishnu x Shivan versi Hindu. Keberimbangan Shiva diperlukan
mengungguli Brahma, Vishnu untuk menjangkau kasunyatan yang lebih
sempurna. ETC, ETC. ETC. dengan inferensi hipotetis terjadilah triade
pergeseran paradigma : vishnu - brahma - shiva; abhasara - subakinha - vehapala,
nibbana - asankhata - ajatan/abhutam. Kaidah paticca samupada ? panna phassa > tanha vedana.
Kalau ... okelah mengalah ... anggap saja yang dimitoskan itu ada. Agama Buddhi sesungguhnya bukanlah label agama namun sistem etika kosmik yang seharusnya mencakup dan melindungi keseluruhan dalam keberimbangan .... maaf bukan hanya agama lama Buddha atau Hindu (Well, sebagaimana agama yang sudah dewasa faham permainan impersonal samsarik tentunya tidak berkeberatan ... just levelling not labelling ... semoga Paramatha Dhamma & Sanatana Dhamma tidak menjadi pseudo dhamma apalagi addhamma) . Namun Dharma yang seharusnya mencakup dan melindungi keseluruhan dalam keberimbangan (termasuk agama Islam, Kristen, Kepercayaan bahkan ... maaf termasuk atheisme/agnostisme ?) . Realitas menampung fenomena apapun maka realistis juga jika tidak perlu kesombongan, kebencian dan kelekatan , dan lebih realistis lagi jika kesetaraan, welas asih dan nekhama dilakukan kemudian semakin (paling) realistis jika dilakukan dengan kemurnian tanpa keakuan, dalam keesaan dengan kewajaran karena memang demikianlah kesedemikianan itu tergelar untuk diselaraskan .
Itu cuma inferensi intelektual, bro .... jangan dipercaya begitu saja (saya yang berpendapat saja masih terbuka, menerima dan merevisi lagi jika nanti ternyata masih ada kesalahan, kekurangan bahkan ketersesatannya). Dalam permainan ini sesungguhnya kepercayaan Saddha Ehipasiko memang berguna namun aktualisasi & realisasi penempuhan/ penembusan/pencerahan realisasi adalah indikator utamanya. Itulah sebabnya rakit Dhamma harus secara arif & ahli digunakan untuk pengarungan tidak untuk naif & liar dipamerkan/ dilekati (aktualisasi & realisasi x identifikasi & eksploitasi)
Tunggu Eyang Sabdo Palon atau Buddha Mara-Shiva? kelamaan atau mungkin saja memang hanya dongeng impian. Lagipula bisa jadi yang datang bukan hanya picik mengaku namun justru licik menyesatkan.( gaya Ariya tetapi cara asura?) Dengan meditasi kedalaman ? sama saja kalaupun level sudah bisa juga harus lebih waspada karena di dalam bahaya penyesatan justru lebih besar ... refleksi keinginan diri bukan realitas kenyataan sejati ?). Lagipula dasar spiritualitas yang utama adalah aktualisasi keperwiraan kemandirian untuk bijak tidak defisien mengidentifikasi apalagi mengeksploitasi. Guru memang diperlukan untuk memandu namun Jalan harus ditempuh sendiri & mandiri. Transformasi spiritual arus kesadaran diri adalah tanggung-jawab pribadi tidak mungkin dibebankan kepada lainnya. Bantuan dan panduan eksternal (intervensi sementara pengalihan/ penundaan ?) mungkin saja bisa dilakukan namun penempuhan dan penembusan mutlak urusan individual. Tuhan ? Walaupun yang Mutlak memang ada (jika Sentra Sejati yang transenden tidak ada bagaimana mungkin sigma dimensi mandala semesta tergelar dengan aneka zenka keberadaan di dalamnya) namun dalam mandala samsara immanen ini banyak petta, asura, yakha, dewata, brahma bahkan nafs ego yang mengidentifikasi diri berkompetisi, berinteraksi ,bertransaksi saling mengeksploitasi / mengaktualisasi diri. So, diterima, dijalani saja apa yang ada (tanpa harus heboh dan aneh-aneh ... wajar seperti semula biasanya). Terus mengembara di mandala ke-esa-an ini sebagaimana lainnya namun dengan kesadaran akan permainan keabadian ini. Apapun yang terjadi memang layak diterima dan diperbaiki lagi. (konon ... masih 20 fase bigbang 114 yang tersisa bagi spiritual sadhana berdasarkan kalkulasi fantastis mistisi yoga ? ) Bandingkan juga dengan kosmologi Buddhist, dsb.
t=12m44s
baru nemu dengan sub ina (sampai kacau balau daring seeker
sebelumnya, bro).
Plus info 84 ini kemudian digunakan sebagai asana yoga & konon
huruf sanskrit 84 juga (lupa referensinya dulu)
Pusing juga cari acuan referensi …. Lupa bacanya di halaman berapa ?
mungkin yang dihighlight kuning
Radha Soami untuk bahasan Mystics Yoga 84 Chakra https://archive.org/download/radhasoami/RADHA%20SOAMI.rar
RADHA
SOAMI/OKE/EBOOK/2015.727.Mysticism---The-Spiritual-Path-Vol-ii-1940.pdf |
2018-08-12
21:10 |
24524425 |
|
RADHA
SOAMI/OKE/EBOOK/2015.128478.Mysticism-The-Spiritual-Path-Vol-i.pdf |
2018-08-12 21:09 |
3770569 |
|
2018-08-12 21:10 |
6822733 |
||
2018-08-12 21:10 |
3179696 |
||
2018-10-12 22:35 |
24303924 |
Note : tentang Mystics
Radha Soami adalah system mystics bhakti yang berkembang di
India dan tersebar ke sejumlah negara di dunia (termasuk di Indonesia). Dengan
disiplin ketat vegetarian (berat, bro ..kami hanya kuat 7 bulan sehingga harus
tahu diri untuk tidak inisiasi) dan tentu saja sebagaimana spiritualitas saddhamma
lainnya mengharuskan astaiya kemandirian & keperwiraan , etika cinta kasih
universal, Gurbhakti (Kebaktian kepada Satguru) dan meditasi intensif,
pemurnian kesejatian demi pencerahan kedalaman (yang juga automatically
berdampak pada refleksi kebenaran, kebijakan & kebajikan yang murni di
permukaan kehidupan sehari-hari) khas system mistik umumnya ... mirip thariqat
Sufisme Islam (ini juga nggak kuat, bro ... banyak amalan suluknya juga, sih
... hehehw, dasar malesan & angin-anginan, ya?), Yogisme Hindu, Mystic
Kristiani ,(jujur saja hanya baca referensi belum pernah praktek) dsb.
System mistics ini secara historis seakan tampak berakar sejarah dari aliran
nystic Sikhisme India (neither Hindu nor Muslim ? ) pada saat itu. Well,
secara pribadi kami berhutang budi & berterima kasih kepada Satsang Sant
Mat Radha Soami karena kemurahan hati untuk berbagi referensi literatur
esoteris semasa menjadi seeker penjelajah dahulu. Sejumlah referensi
global tentang system mystics ini juga telah kami upload sebelumnya.
Sedangkan, Sadhguru Yasudev adalah mystisi populer India modern saat ini. Sejumlah referensi literatur karya Bhakta Adiyogi Shiva ini juga telah kami upload sebelumnya. Bahkan sejumlah video beliau juga kami jadikan referensi pengimbang & pendamping pada sejumlah bahasan posting kami (terutama pada akhir-akhir ini).
Lagipula ini makalah berat (kulak perkoro .... cari masalah?) .... walau sebenarnya idea & arah jalannya bisa tetap 'cool' namun kami rasa akan banyak apriori/kontroversi di apersepsi seeker sebelumnya walau sesungguhnya ini sama sekali tidak berkaitan dengan itu (Mara penggoda, vitalitas Tantra , Shiva Penghancur, avatara Vishnu, Siwa Buddha Nusantara, Mistisi Osho, Sadhguru Yasudev ? dst). Ini memang harusnya tetap tersimpan di kedalaman ... tidak malah membuat kacau (cerah?) permainan samsarik yang terus perlu berlangsung di permukaan ....(maaf, bukannya karena tidak inginkan seluruh putera keabadian murni singgah/ kembali ? ke rumah sejati keazalian dalam pengembaraan samsariknya. Hehehe...Tuhan dan tampaknya juga Shiva & Buddha faham faktor kelayakan & proses peniscayaan untuk vitalitas kecakapan dalam melalui bahkan integritas kesadaran untuk melampaui ini )
Sebenarnya ini juga sedang mengkompilasi puzzle mozaik yang sudah ada tersedia (memahami, menguji, dst) untuk tataran penempuhan tidak sekedar wawasan pengetahuan selagi Buddha Sasana dan ajaran Dharma masih ada .... Orientasi etika kosmik Swadika Paccekka untuk semuanya (tentu saja realisasi, kualifikasi sesuai dengan keterbatasan & pembatasan yang ada sesuai kondisi/dimensi keberadaannya .... bahkan kalaupun berada di Sunnakalpa ataupun apaya lokantarika atau bahkan lokuttara sekalipun .... dalam Dhamma walau memang tetap mengusahakan yang terbaik untuk dicapai namun jikapun ternyata hasilnya belum sesuai seharusnya dimanapun, siapapun dan apapun juga tidak akan menjadi masalah baginya) . Ini bisa anda tentang / buang , revisi / kembangkan & lanjutkan jika tidak sampai tuntas (terutama : scholar /meditator Buddhism & Hinduism ... harusnya ini wilayah mereka bukan kami yang berlabel di luar sasana walau Saddhamma yang transenden Impersonal sesungguhnya tidak bisa, tidak boleh bahkan tidak mungkin diklaim secara personal .. aktualisasi/realisasi x identifikasi/eksploitasi) demi kebenaran, kebijakan dan kebajikan bagi semuanya. Projek idealis ? sama sekali tidak karena untuk inilah amanah keberadaan / kehidupan diberikan kepada kita .... tidak sekedar hanyut 'ndagel' dalam peranan eksistensial kehidupan ini belaka namun demi transformasi spiritual berikutnya bagi semuanya termasuk (terutama?) diri sendiri yang juga membawa kebaikan dan perbaikan pada saat ini tentu saja. Perlu show ? jangan naif & liar kekanak-kanakan pekok & heboh ... (well, sejujurnya kami justru kagum kepada mereka yang walau dalam kesendirian/kerahasiaan?/ tanpa harapkan kepamrihan apapun termasuk juga pengakuan kecitraan apalagi pengaruh kekuasaan dengan sadar, cakap dan wajar mendedikasikan kehidupannya dalam kebermaknaan pada kesemestaan yang tentu saja karena tanpa jerat noda kepamrihan pengharapan malah akan murni kembali ke dirinya pada saatnya).
Fenomena Universal :
time
stamp : https://www.youtube.com/watch?v=6cp7JYZk8KM&list=PLZZa2J4-qv-bpW9lgcl0XfLNL7tfMzZZD&index=1&t=12m52s
Vighyan Bhairav Tanttra 112 metode mungkin sudah dibahas oleh Osho
lupa juga referensinya
Osho untuk bahasan Vighyan Bhairav Tantra
https://archive.org/download/oshoina/OSHO%20INA.rar
listing of OSHO INA.rar |
|||
OSHO INA/EBOOK
INA/ORANGE OSHO/ENG |
2019-12-09 03:14 |
||
2019-01-14 00:01 |
1795633 |
||
2018-08-12 21:12 |
4732381 |
||
OSHO
INA/EBOOK INA/VBT OSHO/ENG/Vigyan_Bhairav_Tantra_Volume_1.pdf |
2018-08-12
21:12 |
4252879 |
|
OSHO
INA/EBOOK INA/VBT OSHO/ENG/Vigyan_Bhairav_Tantra_Volume_2.pdf |
2018-08-12
21:12 |
4027999 |
|
OSHO
INA/EBOOK INA/VBT
OSHO/INA/PDF/388278573-OSHO-VIGYANA-BHAIRAVA-TANTRA-Vol-1-pdf.pdf |
2019-06-23 21:43 |
12853869 |
Plus tantien pusar rahib Zen
OSHO/OSHO
BOOKS/6 OSHO responses to questions 30/The_Psychology_of_the_Esoteric.pdf |
2020-04-15 12:24 |
903291 |
http://kalamadharma.blogspot.com/2020/06/osho.html
Sebagaimana Khalil Gibran di dunia sastra ataupun Friedrich
Nietzsche pada ranah filsafat, Osho memang mistisi yang kontroversial ...
mantan akademisi filsafat (professor university Jabalpur India?) yang kemudian
melanglang-buana ke seantero wilayah dunia ini memang sering dipandang negatif
dari sisi eksternal figurnya yang eksentrik.... hidup mewah, rebellious, sex
guru, dsb (termasuk misteri kematiannya). Namun demikian sebagai seeker yang
sekedar hanya terbatas mempelajari alur fikiran dan cara pandang beliau kami
harus mengakui keluasan (referensi spiritual religius) dan keunikan (refleksi
paradox intuitif) pandangan mistisi genius era modern yang mengklaim pencerahan
dirinya pada usia dini (21 th?) ini. Dia seringkali memandang coin kebenaran
dari sisi yang berlainan dari pandangan umum (kontroversi bagi lainnya namun
bagi kami justru melengkapi mozaik keseluruhan yang memungkinkan pembentangan
perspektif paradigma yang lebih luas). Kami sudah reupload karya Osho di
blog sebelumnya. Beberapa buku dan ideanya juga ada yang sudah diterjemahkan
dalam Bahasa Indonesia ... selain buku meditasi Orange Book dari blog Osho
berbahasa Indonesia, ada lagi yang sudah pernah diterbitkan (Psikologi
Esoterik), dsb.
Osho melakukan banyak eksperimentasi metodologi dalam karya hidupnya, antara lain pengenalan sistem meditasi dinamik (tantien pusat?) sebagai alternatif kontemporer untuk metodologi tradisional pernafasan anapanasati Buddhist (tantien rasio ?) ataupun pelafalan zikir/simran/mantram para Bhakta (tantien hati ?). Anand Khrisna puluhan tahun yang lalu di ashram secara cerdas & taktis tampaknya juga pernah mengaplikasikan metode tsb (dengan pranayama bhastrika/kalapabhati nafas cepat/kuat untuk katarsis psikologis dalam program healing stress control management).
Lanjut ...
Sekedar kutipan komentar Vlog : Bahiya
Ke-Buddha-an adalah potensi nirvanik dari esensi murni segala level spiritualitas keberadaan samsarik yang harus menempuh faktisitas penempuhannya masing-masing . Nibbana adalah keterjagaan dan samsara adalah keterlelapan. Buddha sesungguhnya adalah Dia (semoga juga kita semua akan demikian) yang sudah bangun terjaga dari mimpi tidur samsariknya. Semua bhava samsara sesungguhnya (disadari atau tidak) adalah pengarung Dharma keBuddhaan di samudera samsara walaupun dalam label eksistensial bukan penganut ‘agama’ Buddha. So, (maaf) jangan terdelusi statistic kuantitas populasi Buddhist di permukaan
Buddhisme yang dibabarkan Buddha Gotama adalah segenggam permata kebijaksanaan simsapa yang karena jangkauan pemberdayaannya sangat luas (tidak hanya untuk pendewasaan pribadi, keharmonisan duniawi, perolehan surgawi, pencapaian brahma, kemampuan abhinna namun bahkan terutama pemurnian bagi keterbebasan dari samsara ini) relative bukan hanya tidak lebih mudah difahami namun juga akan cukup susah untuk dijalani bagi semua bhava samsara yang masih terlelap dalam mimpi keakuan, terseret dalam banjir kemauan, tersekap dalam kesemuan , terjebak dalam kenaifan, dsb… sedangkan demi kelayakan penempuhan (terutama untuk ‘uncommon wisdom’ pembebasan) sejumlah kode etik kosmik kemurnian yang tidak selalu ‘popular’ dengan kecenderungan pembenaran samsarik kepentingan ego mutlak memang perlu dijalankan pelayakannya, antara lain kedewasaan menerima, mensikapi dan melayakkan diri atas kaidah karma ( > pembenaran manipulatif kepercayaan harapan/anggapan akidah pengampunan/ pelimpahan) , kemurnian aktualisasi holistik (> defisiensi kepamrihan/ pencitraan) , refleksi kasih murni tiada batas tanpa eksploitasi standar ganda, menjaga harmoni keseluruhan sebagaimana yang Beliau niscayakan tanpa noda (identifikasi pembanggaan kesombongan diri), tiada cela (eksploitasi pembenaran kepentingan diri) tetap bermain ‘cantik’ (harmonisasi transenden pada wilayah immanent … walau memiliki Dasabala keunggulan adiduniawi tetap bijak dan murni terjaga tidak memanipulasi tataran samsara duniawi dibawahNya …. karena walau samsara 'hanyalah' fenomena bayangan kenyataan semu dari Realitas kebenaran Nibbana namun adalah tetap tidak etis bagi yang telah terjaga melanggar ‘aturan main’ wilayah mimpinya . Samsara dalam advaita mandala ini tampaknya memang perlu ‘ada’ bukan hanya sekedar menampung aneka kehebohan pagelaran chaotik drama delusive bagi keterlayakan level episode berikutnya namun juga demi tetap berlangsungnya keberagaman pada kasunyatan abadi ini?) dalam masa pembabaran Dhamma paska pencerahan hingga parinibbana kewafatanNya (laporan ‘pandangan mata batin Ariya’ proses adiduniawi non-empiris parinibbana Beliau oleh Arahata Anurudha kepada Sekha Ananda atas validitas konsistensi keniscayaan Magga Phala Samma-SambuddhaNya).
https://kalamadharma.blogspot.com/2020/05/quotes.html
Aneka Video Dhamma Desana Buddhism lainnya
Keberagamaan yang sesuai secara eksistenstial, selaras
dengan kaidah universal dan mengarah dalam tataran transendental .
https://www.youtube.com/watch?v=98Jh5245K3U&list=PLZZa2J4-qv-YDDpt2DNlCUwno3v33iytd&index=4&t=42m2s
dalam
evolusi perkembangan kebijaksanaan spiritualitas pengetahuan intelektual,
penempuhan universal & penembusan transendental .
https://www.youtube.com/watch?v=HBYAUT6nopg&list=PLZZa2J4-qv-YDDpt2DNlCUwno3v33iytd&index=3&t=27m30s
Hingga real terealisasikan dengan sikap realistis
menerima, mengasihi & melampaui kaidah permainan keabadian ini.
https://www.youtube.com/watch?v=YmkFbyAK8Ys&list=PLZZa2J4-qv-bpW9lgcl0XfLNL7tfMzZZD&index=9&t=30m11s
PLUS
https://www.youtube.com/watch?v=x3WQsrj_26o&list=PLZZa2J4-qv-bpW9lgcl0XfLNL7tfMzZZD&index=11
Dua video perlu diberikan untuk bukan hanya sekedar
menjaga kebaikan sila berpribadi & berprilaku bagi diri sendiri namun
juga demi metta kasih sayang kepada lainnya.
juga toleransi menghargai pelangi perbedaan
https://www.youtube.com/watch?v=Xh_Zo35fAlA&list=PLZZa2J4-qv-bpW9lgcl0XfLNL7tfMzZZD&index=35&t=17m3s
Tiada standar ganda (bagi kebodohan internal &
pembodohan eksternal) untuk diidentifikasi & dieksploitasi dalam
Saddhamma /transenden impersonal x kultus personal ; realisasi aktual >
manipulasi sakral)
semua
sama peran sebagai manusia (karma = taqwa)
https://www.youtube.com/watch?v=PExHl6vuep8&list=PLZZa2J4-qv-YsOH1t3O8CgDr6C4R-4gE4&index=27&t=60m1s
Samsara
? Siklus Rebirth Karmik ( dunia dan akherat gitu aja )
Konsistensi peniscayaan
https://www.youtube.com/watch?v=fykdo1ZsM8w&list=PLZZa2J4-qv-bpW9lgcl0XfLNL7tfMzZZD&index=10&t=1m3s
https://www.youtube.com/watch?v=I2DF8jvWYRE&list=PLZZa2J4-qv-bpW9lgcl0XfLNL7tfMzZZD&index=10&t=0s
Kaidah Kosmik:
dari posting blog & komentar vlog sebelumnya :
Hidup ini tidak sekedar interaksi antar figur personal namun
ini permainan kompleks media impersonal dimana segalanya jeli terawasi, akurat
terkalkulasi dan potentially akan berdampak .... sebagaimana gema suara, apa
yang kita lakukan akan kembali juga kepada arus kesadaran kita ... baik ataupun
buruk, saat ini ataupun nanti , di sini ataupun di sana dalam peran/sikon
apapun kemudian ... (dampak metafisis, sociologis & psikologis ?). Bagaikan
sigma kuanta cahaya pelangi yang saling melengkapi dalam keberagamannya walau
dalam label dan level berbeda namun tetap dipandang setara dalam Kasih
Universal ... ada kesedemikianan Dhamma yang walau Impersonal tidak menuntut
pengakuan namun secara Transenden kaidahnya berlaku di setiap wilayah
immanenNya secara homeostatis, interconnected, equilibirium.
So, tetap realistis tidak opurtunis (karena walau samsara
ini delusif namun tidak terlalu chaotik ... Niyama Dhamma yang Impersonal
Transenden cukup kokoh menyangga permainan "abadi" nama rupa di
samsara ini ... perlu keselarasan, keberimbangan dan kebijaksanaan untuk tidak
perlu melakukan penyimpangan, pelanggaran bahkan penyesatan yang akan menjadi
bumerang kelak ... kemurnian diutamakan tidak sekedar "kelihaian"
). … ingatlah tidak hanya ucapan yang diungkapkan dan tindakan yang
dilakukan bahkan konten perasaan dan fikiran kita akan berdampak juga pada
keberlanjutan diri kita nantinya apalagi jika harus ditambahi dengan beban
tambahan karena penderitaan dan penyesatan atas lainnya… keburukan dan
kebaikan walau tidak selalu instan ataupun identik potentially akan berbalik
juga ke sumbernya siapapun kita (orang biasa atau tokoh terkemuka , tidak
hanya manusia namun juga semuanya termasuk brahma, mara, dewata, asura
apapun identifikasi yang kita anggapkan bagi diri sendiri atau pengakuan
yang kita harapkan dari lainnya). ..... Kebodohan, kesalahan dan
keburukan harus secara perwira perlu ditanggung secara mandiri (/bersama?)
demi/bagi keadilan, keasihan dan kearifan mandala ke-Esa-an ini. (demi tanggung
jawab tersebut jangan harapkan pengampunan kosmik, penghangusan karmik bahkan
... maaf .... "kemahiran (dengan kepalsuan/kelihaian/keculasan bukan
kebenaran/kebijakan/kebajikan seharusnya) ? " internal yoniso manasikara /
sati sampajjana demi kasih universal untuk tidak menyusahkan/ menyesatkan
lainnya). Sedangkan kebijakan, kebenaran dan kebajikan tetaplah sucikan
kembali transenden impersonal dalam anatta diri bukan hanya karena sekedar
anicca namun juga untuk melampaui dukkha dalam keselarasan atas kesedemikianan
yang wajar dalam peniscayaan .
Skenario Samsarik :
Setiap dimensi samsarik memiliki faktor persyaratan karmik
& kehandalan kosmik (untuk mengalami & mengatasinya)
Problematika Eksistensial :
Sketsa Paradigma - Parama Dhamma :
Ethika pacceka (di segala level/label)
Kaidah Kosmik:
Skenario Samsarik :
masih
ingat Sita hasitupada ?
https://maxwellseeker.blogspot.com/2020/04/sita-hasituppada.html
Tersenyum seperti Buddha
(Smile like a Buddha ... not as a Buddha ? )
Be Realistics to Realize the Real
Tersenyumlah seperti Buddha walau itu memang masih 'fake'
(semu) dan tidak 'real'(nyata).
Ini bukan dimaksudkan untuk 'memotivasi' diri bagi
kesombongan pencitraan diri dengan melagakkan seakan pencapaian keniscayaan
telah terjadi hanya dengan cara itu.
Ini dimaksudkan untuk mengarahkan diri untuk kebijaksanaan
penyadaran diri dengan melayakkan peniscayaan keniscayaan yang secara murni dan
alami seharusnya terjadi.
Senyum kearifan Ariya yang melampaui sikap positif apalagi
negatif.
Bagi Dia yang sudah terjaga itu ekspresi authentik
Bagi kita yang belum terjaga itu exercise holistik
Tersenyum seperti Buddha
karena terfahami secara intelektual simsapa
kebenaran spiritual
Kecakapan Pandangan benar akan mengarahkan fikiran benar
(kesadaran notion batin)
Kecakapan fikiran benar akan mengarahkan tindakan bajik
(ketulusan dana sila etc)
Kecakapan tindakan bajik akan mengarahkan asset mulia
(kemurnian punna kusala )
Dhamma indah pada awalnya dengan terlampauinya tataran
eksistensial diri
(harmoni dunia - terhindar apaya - terlayakkan surga = Dibba
Vihara )
Tersenyum mengarah Buddha
karena tercapai secara meditatif acinteya hakekat kenyataan
spiritual
Paska asset mulia terus lanjutkan Adhi-Sila (alobha -adosa -
amoha : tihetuka)
Paska Adhi-Sila terus lanjutkan Adhi-Citta (Samma
Samadhi : Jhana Brahma )
Paska Adhi-Citta terus lanjutkan Adhi-Panna (Samma
Vipasana: Gotrabu Nana?)
Dhamma indah pada pertengahannya dengan terlampauinya
tataran universal diri
(harmoni batin - terlampaui moksa - terlayakkan magga
= Dhamma Vihara )
Tersenyum sebagaimana Buddha
karena terbukti secara insight advaita desain labirin
permainan spiritual
Dengan masaknya Adhi-Panna layaklah Realisasi Keterjagaan
(nibbana: pemurnian magga/phala )
Dalam Realisasi Keterjagaan layaklah Realisasi Kebijaksanaan
(panna: sabbanutta/ patisambhida?)
Dalam Realisasi Kebijaksanaan layaklah Realisasi
Ketercerahan (kiriya: kusala non karmik?)
Dhamma indah pada akhirnya dengan terlampauinya tataran
transendental diri
(harmoni - terbuka nibbana - terlampaui samsara =
Ariya Vihara )
Dhamma akan melindungi siapapun yang menempuhnya dengan benar, tepat dan sehat.
Teruslah memperjalankan 'diri' demi semakin
terjaganya orientasi, kualifikasi & realisasi
Jalani saja proses penempuhannya secara murni tanpa perlu
ambisi/obsesi yang menghalangi.
Layakkan diri sebagaimana kaidah Niyama Dhamma meniscayakan
pelayakannya secara alami.
Terima, kasihi dan lampaui segala episode penempaan diri sebagaimana ariya
nantinya.
Layakkan diri sebagai Ariya ... maka jikapun nibbana
pembebasan belum (mampu/perlu?) tercapai , maka keterjagaan, kebijaksanaan dan
ketercerahan akan membawa keswadikaan, keberdayaan, dan kebahagiaan dimanapun
wilayah, bagaimanapun suasana dan apapun peran zenka keabadian yang dijalani
.... Pada hakekatnya, Samsara hanyalah ilusi mimpi dari Nibbana bagi semuanya.
Note :
Wacana di atas itu bahasa
sastra, bro/sis. Jangan diterima wantah. (payah, deh?). Memang ada tehnik
terobosan meditasi smile dari Bhante Vimalaramsi yang menggunakan metta bhavana
sebagai alternative anapanasati umumnya. Smile digunakan untuk mengembangkan
metta, ketenangan dalam kearifan batin, relax tidak tegang terobsesi mengharap
hasil instan, etc. "Senyum kiriya" yang autentik & holistic
tentu saja jika itu murni & alami sebagai asekha.
Well, sekedar gambaran
tambahan. Buddha factor (keberadan Buddha) yang sabbanutta atas pelayakan
metode atas kemasakan indriya para savakaNya memang krusial. Sesungguhnya tidak
hanya 40 kammathana yang dibabarkan. Saat ini memang ada banyak metode selain
peta baku spiritualitas Buddhisme Realisasi penempuhan JMB 8 untuk pencapaian
kualitas arahat 10 yang digunakan bagi para samana
selain versi Myanmar,(Pa Auk Sayadaw, Mahasi Sayadaw ,etc ) ada
juga metode terobosan lainnya yang kreatif kontemporer demi proses
pelayakan umat dengan tetap tidak meninggalkan pakem ajaran semisal
metode bertahap Ariya Magga mendiang bhante Punnaji , metode TWIM bhante
vimalarmsi bahkan locally ada juga dari Bhante Gunasiri, MMD Hudoyo belum lagi
dari Tibetan Vajrayana / Mahayana / Zen bahkan yang dianggap
kontroversial semacam Dhammakaya dlsb. (Lihat dan nilai uji
sendiri referensi upload kami ). Apapun itu semua hendaklah dihargai sebagai
upaya samvega spiritualitas para Neyya Buddhism dalam merealisasikan ajaran ...
walau mungkin beda di permukaan namun semoga di kedalaman akan mecapai level
pencerahan yang sama / setara juga (tentu saja jika dasar pengetahuan,
penempuhan dan penembusannya benar, tepat dan sehat dalam kemurniannya ).
Sebagai padaparama dihetuka di luar sasana kami ungkapkan ini dengan tanpa
maksud intervensi "mengompori" keharmonisan sasana dengan mana
pembenaran kesombongan untuk membela/meninggikan yang satu apalagi dengan
mencela/merendahkan lainnya.
Konsideran dilematika plus
minus romantisme monastik intensif Sambuddha & realisme holistik
swadharma pacceka :
Sejujurnya kami
merasa tidak nyaman mengutarakan ini. Well, ada etika kosmik seeker (walau
tidak formal tertulis namun secara aktual perlu dijalani sebagai truth
seeker apalagi true seeker .... praktek latihan katanu kataveddi < pubbakari ?) yang tidak boleh dilanggar
yaitu amanah untuk tidak sekalipun berkhianat bukan hanya atas keberadaan
eksistensialitas dirinya namun atas kepercayaan nara sumber referensi/ media
guru realisasinya. Namun demikian demi keberdayaan yang lebih sejati kami
merasa perlu jujur untuk mengutarakan pandangan kami (walau mungkin saja tidak
sepenuhnya benar & bisa mencerahkan sebagaimana yang kami harapkan namun
bisa jadi sebaliknya salah & justru menyesatkan walau sesungguhnya tidak
kami maksudkan). Semoga kami cukup mampu berjaga untuk senantiasa tetap terjaga
agar bisa menjaga bukan hanya diri sendiri namun juga lainnya.
Kami memahami
kebijakan Buddha untuk bersegera secara intensif meniscayakan pencerahan
keterjagaan Savaka beliau sejak dini yang juga diterima kultur budaya spiritual
eksistensial pada saat itu dalam ordo monastik sangha (sebagai
pembabar/pelestari Dhamma & ladang kebajikan yang subur dikarenakan
pelayakan kemurniannya). Maaf, bukan ingin mengacau tradisi Saddhama yang
memang tetap harus ada sebelum masa sunnakalpa tiba ; berikut alternatif
pencerahan yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan terutama bagi para saddhaka
penempuh spiritual yang berada di luar sasana saat ini (atau bahkan umat Buddha
sebelum menjadi bhikkhu ?). Spiritualitas adalah aktualisasi untuk mengatasi/melampaui
bukan untuk menjauhi/membenci (walau tidak untuk melekati/menguasai juga,
lho). Ini dimaksudkan untuk menjaga bukan sekedar kuantitas statistik populasi
namun kualitas autentik 'prestasi' bagi tetap "lebih?" lestarinya
Dhamma yang masih memungkinkan terjadinya pencerahan bukan saja di setiap zaman
namun juga seharusnya bisa juga di setiap alam kehidupan 31 nanti jika juga
dibabarkan/teringatkan untuk dilaksanakan dalam keselerasan sesuai dengan
keterbatasan dan pembatasan yang ada (just joke, termasuk alam apaya petta
/asura/niraya/tirachana nanti .... kami tunggu lho).
1. samana
: terlampauinya social catur asrama Hinduisme (brahmacari - grahasta - vanaphrasta &
sannyasa bhikkhu).
Brahmacari
perlu dilakukan memadai sedini mungkin (pemahaman pariyatti komprehensif ,
kecakapan patipatti yang terarah ke pativedha disamping kecerdasan taktis
pengetahuan & ketrampilan kehidupan/penghidupan dan juga kebijaksanaan
mensikapi/menjalani kompleksitas interaksi dalam kebersamaan/ kesemestaan yang
senantiasa seimbang/berimbang dalam keselarasan/keterarahan dengan Saddhamma).
Well, sebagian besar manusia bukan hanya memboroskan waktu & energi namun
sering justru merusak amanah/peluang pemberdayaannya dalam keterpedayaan
dirinya bahkan pemerdayaan lainnya. Sebagaimana dimensi samsarik lainnya
(apaya, surga bahkan alam Brahma sekalipun) , dunia manusia ini hanyalah
terminal transit bagi evolusi spiritualitas diri berikutnya.
Perlu grhasta
dalam jumlah yang seharusnya jauh lebih besar bukan hanya untuk mandiri dan
sukarela menyangga/ menjamin kehidupan eksistensial diri, keluarga dan para
bhikkhu namun juga demi pengembangan spiritualitas sendiri & bersama dan
pelestarian Dhamma.
Menjadi samana
(pertapa) ? aktualisasi atas kesadaran, dengan kecakapan dan dalam
kewajaran (paska kesungguhan realisasi/aspirasi anagami
arahata /ingat : celaan konstruktif rekan bhikkhu atas 'jaminan
'selera rendah' surgawi Nanda Thera
/ > jaminan kemapanan / pensiun dini ? atau backing donasi kapiya
/ > kebutuhan umat /kontribusi profesi ?/ > keinginan sendiri (obsesi
internal atau ambisi eksternal ?/ > keadaan fase/ usia / untuk
cittakhana husnul khotimah pra maut / ?) .
2.
selibat : terlampauinya arketipe seksual anima/animus kosmik (replika
suddhavasa ? anagami )
Adalah Brahma
Sahampati yang tanggap karena pencapaiannya sebagai anagami akan level
kemurnian dimana bukan hanya delusi gender samsarik namun juga tidak
terlekatinya lagi 5 samyojana 10 permainan samsarik sehingga beliau memohon pembabaran Dhamma
dari Samma Sambuddha Gautama, bhikkhu aritha. Itulah sebabnya selibat menjadi
satu sendi pokok vinaya monastik bagi para penempuh untuk mampu melampuinya ...
tidak lagi tertarik bukan sekedar tidak ingin tertarik birahi. Bukan hanya
lobha kamaraga keterlekatan indrawi kamavacara namun juga dosa byapada membenci
apapun/ siapapun juga paska realisasi terjaganya diri atas sakkaya-ditthi
(delusi akan keakuan), vicikicha (keraguan atas Saddhamma Buddhism karena bukti
pencapaian tidak sekedar kepercayaan semata), silabataparamasa (kesadaran
kosmik akan kepercumaan kemasan ritual dalam transaksi personal untuk
pembebasan > pemantasan? ) yang jelas terbuktikan realisasi magga-phala
sotapana dan tegas ditingkatkan sakadagami ... Tinggal 5 samyojana lagi bagi
anagami mencapai arahata untuk dilampaui (moha : ruparaga, aruparaga, manna,
uddhacca dan avijja) dengan pancamjjhana kusala & 5 indriya
(saddha, viriya, sati, samadhi & panna) dipandang cukup untuk mengatasinya
?
Suddhavasa
adalah alam antara paling aman/ pasti? untuk realisasi Nibbana bahkan jika
dibandingkan alam dimensi samsarik lainnya (manussa >, surga,> apaya
bahkan rupa brahma > arupa brahma ?). Walau di alam manapun upaya Saddhamma
tetap perlu dilakukan bukan hanya demi ketertiban dimensi tersebut namun demi
evolusi spiritual berikut. (tentu saja sesuai dengan keterbatasan &
pembatasannya masing-masing ).
3. pindapata
: terlampauinya defieiensi ekonomi mandiri & santuti (
dakhina bagi visuddhi arahata nirodha samapatti ? )
Ada korelasi
kosmik yang berkaitan dengan kualitas persembahan dalam desain kaidah kosmik
ini .... perlakuan baik/ buruk tidak sekedar berkaitan dengan tindakan semata
namun juga kualitas spiritual pemberi dan penerima. Walau tiada maksud
memperbandingkan, kebaikan kepada yang suci/baik akan membawa manfaat anugerah
besar demikian juga keburukan kepadaNya akan mengakibatkan mudarat musibah
berat dibandingkan kepada yang biasa, buruk dst. Level aktual bukan
sekedar label formal
semoga para
Bhante dengan metta karuna melayakkan kesucian/kebaikan diri sebagai ladang
subur penerima kebajikan demi umat dan para umat memberikan dana / menyangga
dengan sukacitta tidak sekedar demi pamrih duniawi, pahala surgawi ataupun
bahkan demi parami pengkondisi namun dengan kewajaran meng-esa & kesadaran
anatta ( Taoism weiwuwei = action without actor / acting ?.... just process )
Konsideran di atas semoga
tidak di salah-artikan sebagai upaya tersirat "Mara?" (mengumpat/
menghujat 'setan' eksternal typical agama ketimbang cara Saddhamma untuk
memandang internal ke dalam lebih dulu ? ... masalah kita adalah asava internal
bukan dunia eksternal, lho) untuk menghambat perkembangan Buddha Sasana
apalagi mempercepat kemusnahan Buddhisme Gotama (Sunnakalpa ?). No,
Buddhisme sesungguhnya warisan spiritualitas tertinggi yang "(seharusnya
tidak hanya?)" bisa dicapai oleh umat manusia di dunia ini untuk mampu
terjaga dari mimpi samsara (bahasa duniawinya : kebanggaan/ keunggulan manusia
di seluruh alam samsara .... di bawah alam antara sudhavasa anagami, tentu
saja). Tampaknya prediksi inferential Buddha tentang Sunnakalpa tidaklah
bersifat 'fixed' kuantitatif matematis (5000 tahun untuk masa Buddha sasana
Gotama ?) namun lebih bersifat kualitatif ( kefahaman, kesadaran, kecakapan,
kewajaran, kelayakan dalam merealisasi ajaran yang tersurat & tersirat ...
"daun" simsapa Tipitaka Komplet & "akar" acinteya
bunga Udumbara Saddhamma) ... tanpa menafikan faktor internal (stock kualitas
manusia 4 yang tersisa 2 : neyya & padaparama
, keberadaan Buddha sebagai factor Guru pemandu akurat, etc ) serta faktor
eksternal lainnya ( kemerosotan minat spiritualitas sejati Saddhamma,
kecenderungan siklus kejatuhan ajaran : Saddhamma > mistik > lokiya >
pseudo > addhamma ,dst).
Menganalisis sakral
kritik :
Ini masalah sulit karena
berkaitan dengan sakralisasi tradisi ajaran ..... walau penting menentukan
namun risih atau riskan diutarakan.
1. irreversible magga phala
asekha ?
See : tabel mandala
transendental (eksistensial nibbana < universal < transendental
)
Celah keterjagaan adalah
celah keterlelapan juga jika arahnya berlainan ( tanazul - taraqqi)
: sebagaimana gunung keterjagaan yang didaki demikianlah juga jurang
keterlelapan bisa menjatuhkan. Keterjagaan Nirvanik nantinya akan terrealisasi
jika kemelekatan akan keterlelapan samsarik terlepaskan (via taraqqi proses
kelayakan peniscayaan) sebagaimana keterlelapan samsarik dahulunya
terjadi (tanazul azaliah : avijja - mana - tanha dst). misalnya
panna menjadi avijja, anatta menjadi mana , metta karuna menjadi tanha
sneha , etc. Keabadian terus berlangsung hingga saat ini sejak keazalian
yang tidak diketahui lagi bukan hanya awalnya namun juga akhirnya
menunjukkan bahwa desain ini bukan hanya dinamis (tdk statis / permanen) namun
juga tertata suci transenden (eksistensial < universal < transendental)
tidak hanya liar immanen .
tentang : Mistake of Mystics
= Spiritual Materialism ? /see : Chogyam Trungpa - posting blog lalu/
Konsistensi
keberlanjutan Keterjagaan bukan sekedar telah pernah
"merealisasi" Pembebasan (kebebasan perayaan untuk terlelap
lagi bahkan kesewenangan samsarik? ) ....... Levelling
forever not jut labelling.
Lagipula banyak mistisi yang
terjebak mengidentifikasikan lereng pencapaiannya sebagai 'puncak' pencerahan
untuk dilegitimasikan (pengakuan publik ) walau bisa jadi bukanlah Magga
Phala namun 'hanya' pencapaian Jhana lokiya bahkan ternyata hanya
bhavanga atau bahkan halusinasi reflektif keinginan diri semata ?.
Well, tetaplah merendah walau
dalam ketinggian dan jangan meninggikan jika masih rendah .... Anatta bukan
atta, tetap wajar meng-esa bukan heboh meng-aku. (Itu urusan impersonal pribadi
diri dengan Realitas kosmik .... atau konsultasikan dengan guru spiritualnya
sendiri jika punya). Diluaran perlunya kita baik dan tidak mengacau ....
masalah sudah berlevel suci atau apapun itu tak perlu diekspose ke publik
... orang lain tidak butuh bahkan bisa jadi malah justru risih/ kesal karena
kekonyolan ego atau kekurang-pantasan etika sosial bertenggang-rasa tsb ?
(atau ingat ... tanggap akan paradoks intuitif : menyatakan rendah hati
sesungguhnya justru menunjukkan ketinggian hati yang tersirat demikian
juga dengan pengakuan 'kemuliaan' diri lainnya )
Dikarenakan begitu
dalam/halusnya Saddhamma, Buddha Gautama sesungguhnya tampak lebih memilih
untuk hanya menjadi paccekka walau tahu Dhamma yang ditembusnya bukan hanya
tidak tercela namun bahkan sangat berguna. Namun karena saran ?/ permohonan ( x
perintah) semesta yang diwakili Brahma Sahampati maka Beliau mengamati/
menyadari kemungkinan tercerahkannya juga lainnya sehingga kemudian
bersedia membabarkanNya demi pencerahan dan kesejahteraan semua makhluk sebagai
realisasi adhitthana Bodhisatta semula . Well, tiada niatan menegakan
ego pengakuan apalagi mengibarkan bendera kepentingan bagi dirinya sendiri
& pengikutn/pendukungnya. Hanya demi aktualisasi
welas asih Sammasambuddha tanpa defisiensi pengakuan / kepentingan apapun ( Apa
artinya/gunanya kesemuan & keliaran samsarik yang memperdayakan dilakukan
demi kejatuhan dibandingkan keberdayaan pencerahan & kebebasan
nirvanik yang telah dicapai untuk dijaga ?)
Ah ... ini aja cara awam
truth seeker padaparama luar sasana untuk mempermudah wawasan pemahaman/tataran
kesadaran True Seeker Neyya Buddha Savaka : Dialog empati dengan Buddha Rupang. .
.............................................................
2. pemujaan keIlahian Buddha
? (
See : Internal critics Bhante Punnaji & Bhante Pannavarro di atas )
posting
lalu : Ariya
Buddha sebagai personal god ?
Hakekat
KeIlahian: Level KeIlahian ?(advaita transenden dvaita
immanen: Buddha ?- Brahma – Dewata – Asura -Atta ?)
Moksha
mysticism sant mat Dimensi Ilahiah : Alakh Niranjan- Brahm - Par Brahm -
sohang- sat purush (Anenja Brahma ?)
Buddhism
: Brahmajala sutta , kasus Brahma Baka , etc.
Buddha terjaga akan keakuan
samsarik bahkan jikapun beliau lebih berhak menjadi cakkavati atas seluruh
samsara ini (bukan hanya dunia karena bukan hanya jhana 1 & 2 bahkan jhana
8 atau 9 ? sudah beliau realisasi juga, Brahma Baka) daripada lainnya
(kualifikasi Brahma sd imaginasi atta).So, kami berani bertaruh (ketahuan
mantan penjudi juga, ya?) Dia tidak akan terjebak untuk tersekap dalam
permainan samsarik lagi .....Beliau bukan hanya telah mantap mencapai nibbana
keterjagaan transendensi eksistensialNya namun juga kebijaksanaan menyadari
dimensi transendensi Dhamma Universal & kesaksian dimensi
transendensi transendental ajatan abhutan dalam transendensiNya) ... anatta
bebas dari keakuan internal apalagi dari pengakuan eksternal.
Magga phala tidak
irreversible karena bagaimana mungkin ada keterlelapan samsara jika puncak
awalnya adalah keterjagaan Nibbana ( yang kemudian telah dicapai dalam
keterjagaan kembali ?)
Bahkan okelah ... jikapun
kemudian beliau jatuh juga (karena misidentifikasi, "pseudo" aktualisasi"
etc ? ), jangan lakukan kebodohan ketidak-pantasan dengan pembodohan
mengharapkan/ mengusahakan kejatuhan yang terjaga untuk kembali tertidur
nyenyak bermimpi indah & megah ( agar bisa di-eksploitasi ?!
= pembodohan karena kebodohan eksternal atau kebodohan karena pembodohan
internal ? .....
untuk semakin menjatuhkan /saling menyesatkan terhadap saddhamma
? ) ... tegakah/sukakah menjadikan Sang Ariya menjadi (maaf
... dalam kesetaraan mandala Ke-Esa-an sesungguhnya tidak layak ada
perbandingan / peninggian yang satu & perendahan lainnya ) berlevel asura,
dewata atau bahkan Brahma sekalipun ? (Walau sesungguhnya kebalikannya yang
lebih mungkin terjadi karena bukan Buddha yang terjatuh namun .... maaf ...
justru savakaNya. )
Tuhan bukanlah bemper
kebodohan/kemanjaan diri, media katarsis psikologis /transaksi pencitraan dan
kloset pembenaran pemfasikan/ kezaliman kepada lainnya
Perlu kebijaksanaan
universal, keperwiraan eksistensial, dan keberdayaan transendental dalam
spiritualitas.
Demi saddha kebhaktian untuk
aktualisasi paedagogis kerendahan-hati universal / harmonisasi andragogis
kepantasan eksistensial diri ..okelah ..Jadikan Buddharupang
sebagai media perenungan kualitas keluhuran Buddha untuk diteladani &
direalisasi (bukan sebagai mezbah berhala identifikasi kemuliaan
pencitraan eksternal belaka apalagi demi eksploitasi harapan pembenaran
kepentingan saja ).
3. pacceka di sunnakalpa ?
Dhammaniyama sutta : ada atau tidak ada Buddha ,
Dhamma tetap ada
Thus, Pencerahan tetap memungkinkan bagi siapa saja &
kapan saja. ... maaf .... sesungguhnya bukan hanya "monopoli
istimewa" Samma Sambudha dan para Ariya SavakaNya saja (plus Buddhist
& Buddhism ?) walau tentu saja untuk merealisasikannya tetap dengan penempuhan
/ penembusan / Pencapaian ke-Ariya-an dengan keselarasan , keterarahan
dan keniscayaan pemurnian kesejatian atas Saddhamma yang sama bagi semua ( KM4
, JMB 8 , etc ?).
Tampak provokatif seakan pelaziman kezaliman : claiming
wilayah personal ? Don't be childish of being Buddhist. (jangan konyol
kekanakan untuk naif apalagi liar sebagai Buddhist) Lihat senyum agung
kearifan & welas asih Buddharupang ... Walau memang memuliakan yang memang
mulia adalah kepantasan yang perlu untuk sadar dan tulus dilakukan (demi
kebaikan si pelaku sendiri sebetulnya), namun Transendensi sejati
(eksistensial, universal, transendental) seharusnyalah tetap mantap berimbang
bebas dari keakuan internal apalagi demi pengakuan eksternal . Tanpa niatan
memperbandingkan demi tetap menjaga kebaikan sendiri/ bersama agar tetap
mennghargai kesetaraan dalam keberagaman, sesungguhnyalah kemurnian tetaplah
kemurnian walau dicela - demikian pula ... maaf ...kepalsuan tetap kepalsuan
walau dipuja. Kenyataan diutamakan bukan pernyataan. Aktualisasi tindakan tidak
sekedar 'pemilikan'? pandangan. Realisasi autentik kelayakan tidak sekedar
anggapan kemasan pelagakan . DLL. DST. DSB. Untuk kesekian kalinya .....
just for levelling (to reach) not only? labelling (to
claim).
Dari tilakhana, anatta adalah
factor krusial pembeda yang membuat Ariya Dhamma ini bukan hanya melingkupi
(bisa mencapai) namun juga mengungguli (bisa melampaui) lainnya (lokiya : asura
dewata/ anenja brahma ?). Faktor Anicca dalam batas tertentu memang bisa
difahami dan dilalui lokiya dhamma (norma duniawi – etika surgawi .. awas
/ditthi + tanha/ dan sangat liarnya sensasi kemauan yang bisa menjerumuskan ke
Lokantarika paska pralaya 2 ?) , factor dukkha pada level tertentu juga
masih bisa disadari dan dicapai anenja dhamma ( unio mystica – pantheistics …
awas /mana + avijja/ plus masih naifnya fantasi keakuan dimensi Abhassara untuk
menyeret kembali dalam perangkap samsara paska pralaya 4 ? ) namun
annata adalah factor penentu yang memungkinkan lokuttara dhamma ini mampu
mengaktualisasi kemurnian penempuhan (> defisiensi kepamrihan &
pencitraan) secara konsisten meniscayakan ‘peniscayaan/ keniscayaan’ dalam
kelayakan realisasi pencerahan transeden (keterjagaan dari keterlelapan mimpi/
delusi samsara ini – keterbebasan ‘esensi murni’ ke-Buddha-an dari cangkang
delusi ‘pancupadana khanda’ tanpa kebodohan identifikasi dan eksploitasi
pembodohan dari keterpedayaan/ ketersesatan/ keterperangkapan intra-drama
pengembaraan semu samsara ini kembali (singgah/pulang) ke ‘rumah sejati’
Nibbana.
Dalam mandala advaita kasunyatan abadi ini sebagaimana samma-panna nibbana yang perlu disadari dan ditembus daya sentrifugal kebijaksanaanNya demikian pula tanha-avijja samsara tampaknya juga perlu difahami dan dilampaui daya sentripetal kecenderungannya. So, sebagaimana harmoni musik peregangan senar kecapi walau viriya (saddha/samvega?) memang diperlukan untuk mensegerakan dan konsisten dalam penempuhan namun tampaknya perlu juga panna kebijaksanaan untuk menjaga keberimbangannya dalam kewajaran harmonisasi eksistensial maupun kesadaran transendensi spiritualnya.
Singkat kata, Buddhism seharusnyalah tetap selaras
dengan/sebagai Saddhamma yang berlaku dan berhasil ditembus Buddha hingga level
Kebijaksanaan Eksistensial Transenden Nibbana ( < Kesemestaan Universal
Transenden < Kesempurnaan Transendental Transenden ). Ini
pencapaian dimensi samsarik tertinggi 'pribadi' yang (jujur saja) mampu
difahami/ diterima sampai sejauh ini dan memang tampak logis & sangat etis
mengungguli lainnya. ( At last, undangan/ tantangan saddha ehipasiko
untuk pembuktian kebenarannya ?)
No | Level | (peningkatan kefahaman Dhamma : pengetahuan ,penmpuhan, penembusan) | Sila revised (pakati + pannati : varita & carita) | (Samatha Pemantapan keberimbangan + Vipassana pemurnian Kebijaksanaan | Dhamma Vihara (Kelayakan terniscayakan) | Prior Input | Final Output |
1 | Elementary | Suta maya paññā (intelek) | Pancasila | Diba Vihara (surga ?) | Padaparama dihetuka | Neyya tihettuka | |
2 | Intermediate | Cintā maya paññā (intuisi) | Atthasila | Jhana (lokiya & lokuttara) | Brahma Vihara (Ilahi?) | Vehapala (rupa + arupa?) | Gotrabu Anuloma |
3 | Advance | Bhāvanā maya paññā (insight) | Samanasila | Magga & Phala (irreversible ?) | Ariya Vihara (murni?) | Sekha | Asekha ? |
Mengenai cara penempuhan sudah banyak referensi yang diberikan
bagi realisasi ini. Para Seeker bisa menanyakan langsung pada para Bhante atau
Guru spiritual /Pemandu Meditasi yang bukan hanya lebih berkompeten namun juga
sesungguhnya ini wilayah mereka yang sudah sepantasnya bagi kita yang di luar
sasana untuk tahu diri, tahu malu dan tahu sila untuk tidak 'tranyakan'
melanggar bukan hanya area kewenangan mereka namun juga wilayah kesemestaan
bersama yang beragam ini. Walau sebagai seeker kita telah memahami akan proses
saddha KM4/ JMB 8 dalam triade sila-samadhi-panna untuk
dijalani,. semisal : chart Pa Auk Sayadaw, etc (juga : Ajahn Chah,
Bhante Punnaji, Bhante Vimalaramsi, dsb)
Tersenyum dengan kesucian Buddha dan atau Menari dalam
kearifan Shiva
Aneh juga, setiap kali kami ingin meninggalkan unit ini (agar segera dapat melanjutkan ke unit selanjutnya demi men-segerakan ketuntasan posting .... jujur saja, capek juga, bro/sis ) senantiasa berbalik ke sini lagi. Well, tampaknya memang masih ada yang perlu digenapi untuk keberimbangannya. Tampaknya kami perlu juga mengutarakan dimensi yang relatif lebih kompleks lagi ketimbang Buddhisme yang walau intelectually relatif tidak mudah difahami & dijalani dalam pengetahuan, penempuhan & penembusannya namun intuitively relatif lebih jelas arah laju desain perkembangannya demi sukacita melampaui samsara untuk mencapai lokuttara sebagai suatu evolusi pribadi bagi kesadaran para True Seeker. .... relatif logis scientifik untuk milestone penempuhannya. Tampaknya kami perlu melengkapinya juga (walau dengan keterbatasan akan kebijaksanaan yang ada) agar tetap mampu juga menerima dengan sukarela kearifan menerima samsara yang juga dapat menjatuhkan dalam lokantarika sebagai harmoni dimensi bagi para Truth Seeker.
Pesan Kearifan Shiva : Bagi Harmoni Dimensi...dengan tanpa membencinya Jauhi kejahatan, dengan tanpa melekatinya jalani kebajikan dan dengan tanpa mengidentifikasikan apalagi mengeksploitasikan diri padanya sucikan fikiran.
hiking
of holy mountain or falling of bottomless pit ?
(mendaki
gunung menuju kesucian Buddha atau menjatuhkan diri dalam kearifan lubang
tak berdasar Shiva?)
Just joke,
jika saja semuanya memang harus kembali ke nibbana apa
artinya permainan alami akan keterlelapan samsara bagi mandala ini
?
jika saja semuanya hanya perlu mengembara di samsara apa
artinya kerinduan azali akan keterjagaan nibbana bagi mandala ini ?
Semoga guyonan ini tidak dianggap memanjakan kenaifan
/keliaran kita untuk memperdayakan amanah kebebasan spiritual yang diberikan
apalagi untuk mementahkan samvega ketergugahan/kemendesakan spiritualitas bagi
semuanya karena tanpa kepastian transformasi kebenaran, kebajikan dan kebijakan
yang sejati bukan hanya evolusi pribadi namun juga harmoni dimensi hampir tidak
akan mungkin terjadi .... walaupun memang tiada guna menyesali kegagalan yang
terjadi agar tetap perwira bertanggung jawab, senantiasa bijaksana
memperbaiki dan semakin berdaya menyempurnakan evolusi diri dengan menjaga juga
harmoni dimensi.
Well,... jika tidak berkenan .... sebaiknya anda tak perlu
meneruskan membaca ini ...
the most beautiful thing about life is nobody fails,
everybody shall pass .(hal paling indah tentang kehidupan adalah tak seorangpun
gagal, /namun demikian/ setiap orang hendaklah melaluinya /bertahan &
berjuang hingga berhasil .?/ )
sumbernya : ?
screenshot Magical Moments at Mahashivratri 2020 @ Isha
Yoga Center
https://www.youtube.com/watch?v=zMjXKO8Pb7U&list=PLZZa2J4-qv-aM88r-if7XF-e_wTulQPzb&index=22
ts = speech 18s sd 1m5s
Mencapai Nibbana Lokuttara dalam kesucian Ariya atau menjadi
Sakshin bagi siklus samasarik lokantarika ?
Just Note :
Etimologi self term Swadika ? svatantra mahardika
~ kemandirian ? Zenka = Zen + ka ~ jiwa abadi ? etc.
Truth Owning or Truth Seeking ?
Leissing ? apologetika - verkuyl :
agnostisme Dubois ; ignoramus et ignorabimus vs Verbum Dei manet in
aeternum / anna 'inda zhoni abdii ?
keberuntungan "Markandeya?" -
Hinduism Zaechner : saksi siklus peleburan/pelahiran kosmik semesta
(< mandala ? inferensi-kan)
idea idak dibahas bisa keluar / kacau jalur
(tidak koheren )
sekedar kutipan blog lalu :http://kalamadharma.blogspot.com/2018/11/blog-post.html
tanpa menafikan peran
kebersamaan universal manusiawi kita sebagai faber mundi (pemberdaya peradaban)
di bumi, pada dasarnya kita hanyalah viator mundi (pengembara yang singgah
bukan penghuni tetap) dalam kehidupan duniawi kita saat ini dengan casing peran
persona dagelan nama-rupa samsarik untuk keberlanjutan kehidupan berikutnya
lagi. Jagalah keberkahan di bumi dan bawalah keberkahan untuk saat nanti.
Sebagaimana tuning frekuensi gelombang arus kesadaran, tanpa menafikan
akumulasi karmik sebelumnya konsistensi sikap, tindakan dan capaian diri saat
ini akan berdampak pada konsekuensi yang akan diterima nanti demikian
seterusnya.
Jika anda inginkan surga di
sana layakkan juga surga di sini dengan kearifan menjaga kebersamaan dan
kebaikan untuk sesama dengan memastikan keberdayaan tindakan nyata bukan
sekedar idea anggapan dan keyakinan belaka. Walau secara labeling pandangan
mungkin saja masih nanti (paska pralaya dunia?) namun dalam leveling kenyataan
bisa jadi seketika (tanpa alam antara?).
Jika anda dambakan
kemanunggalan Ilahiah (transendensi moksa individualitas universal nama
batiniah ke wilayah rohani tinggi hingga Anenja Brahma tidak sebatas
dematerialisasi murca rupa zahiriah ke dimensi eteris peta, asura Bhumadeva
atau astral Kamadeva 6 ?) layakkan diri sebagai media Brahma Vihara (sebagai
media ilahi … tidak sekedar lihai bertransaksi mendapat untuk tersekap atau
ikhlash memberi untuk menerima kembali namun murni mengasihi sebagaimana
harusnya harmoni kasih universal yang berlaku disadari dan ketulusan untuk
berbagi secara wajar memang perlu dijalani) sehingga kualifikasi adhikari
tihetuka yang dewasa terjaga dan (dikarenakan senantiasa ada korelasi kosmik
antara kesadaran, kecakapan dan kelayakan yang tumbuh berkembang secara simultan/progressif)
kewasesaan batiniah juga akan berkembang (orientasi , refleksi + distansi &
meditasi) dari akar penempuhan hingga puncak penembusannya (asalkan tetap
terjaga dari godaan kemegahan yang menyekap sensasi kemauan, cobaan kemampuan
yang menjebak fantasi keakuan dan labirin parallel yang memandekan,
membingungkan atau bahkan menjatuhkan).
Jika anda harapkan nibbana
nanti layakkan juga nibbana saat ini dengan keterjagaan memandang tilakhana
kesemestaan dengan kewaspadaan tanpa keterlelapan dan keberdayaan
simultan progressif menyelaraskan diri dengan kewajaran pemurnian
adhi sila (moralitas berprilaku zahiriah dan integritas berpribadi
batiniah), memberdayakan diri dengan kemantapan adhi citta bhavana dan semakin
men-terjagakan diri dengan kematangan penembusan adhi panna sehingga memadailah
kualitas Ariya Puggala ... bukan hanya terlayakkan 'sertifikat kosmik' atas
pencapaian magga phala nibbana (irreversible?) namun juga 'kualitas kosmik'
yang memang dipandang layak oleh Advaita Dhamma Niyama untuk tidak lagi perlu
(karena sudah terlalu mampu) 'ndagel' bermimpi di permainan samsara ini.
Intinya, tak perlu ada pembandingan apalagi kesombongan,
kemelekatan apalagi keserakahan dan kekesalan apalagi permusuhan dalam
permainan keabadian ini. Bahkan dengan pemahaman kebijaksanaan, kecakapan
keberdayaan dan kesediaan kebahagiaan tersebut berikanlah respek kepada segala
media eksistensial yang memerankan aneka lakon yang diperlukan, kaidah
universal yang menentukan manual dampak skenario yang menjadi acuan aturan
bermainnya & esensi transendental yang menyaksikan pagelaran agung
keabadian ini. Desain mandala ini sudah 'sempurna' tertata .... so, terimalah
segalanya apa adanya agar kita dapat mengasihi sebagaimana harusnya sehingga
kita mampu melampauinya dengan bijaksana. Tanamlah apa yang ingin anda tuai
nantinya, layakkan apa yang akan anda capai nantinya dan niscayakan apa yang
keniscayaan seharusnya terjadi nantinya. Kita (tak perduli siapapun kita
inginkan untuk diidentifikasikan oleh diri /lainnya, etc ) sesungguhnya tidak
akan dapat (sehingga tidak perlu) memanipulasi label semulia apapun itu
tampaknya apalagi jika hanya sekedar untuk mengeksploitasi. Kita hanya perlu
merealisasikan level apa yang seharusnya terniscayakan dalam kesedemikianan
yang ada dengan apa adanya baik secara eksistensial, universal apalagi
transendental. Thus, be realistics to realize the real.
Well, harusnya sudah cukup selesai logika akal mengikuti
kata hati .... Repot juga menuntaskan frame work posting ini jika arus batin selalu
spontan menyusahkan diri (agar posting tetap logically terstruktur sesuai
triade paradigma semula). Apa kerangka berfikir harus disesuaikan lagi ? Mbuh
... lah, hehehe.
Sial, masih stuck (macet) juga. Tampaknya memang masih
ada yang kurang …. Walau mungkin inferensi tersebut bisa jadi adalah informasi
baru dari sebagian besar anda namun tampaknya tetap masih bisa difahami idea
kebenaran dan alur arah kelanjutannya bagi para seeker berdasarkan referensi
autentik dan kajian holistic dari posting blog kami selama ini. Apa
mungkin akhir posting quo vadis (akan kemana kita ) ini ?
https://maxwellseeker.blogspot.com/2020/04/post-tq.html
Kehidupan adalah episode
Drama kosmik keabadian yang perlu kebijaksanaan agar senantiasa sadar terjaga
dengan segala kemungkinan yang ada, mengembangkan keberdayaan kecakapan dan
meningkatkan kebijaksanaan untuk setiap situasi dan kondisi yang terjadi
....segala kebajikan murni dijalani dan kelayakan wajar diterima sebagaimana
adanya ….
Setiap keakuan/kesombongan
akan menjatuhkan, ketagihan/ ketamakan akan menjerat dan kekesalan/ kezaliman
akan menghancurkan (walau mungkin bisa berakibat pada lainnya namun pastilah
mengenai dirinya sendiri saat itu dan dampak karmik selanjutnya ) demikian pula
sebaliknya.
Menerima, mengasihi dan
melampaui segalanya tanpa perlu lobha dan dosa (karena memang tiada yang perlu
terlalu dilekati apalagi harus dibenci dalam 'dagelan' internal universal ini),
tanpa perlu kesombongan dan kedengkian (karena walau berbeda dalam labeling
/leveling keberadaannya segalanya berpadu setara bersama untuk melengkapi
keragaman posisi pada mandala keabadian living kosmik yang sama), tanpa perlu
avijja pembodohan diri dan asava pembodohan lainnya (karena akan senantiasa ada
dampak impersonal transenden dari segala kecerobohan individual /pelanggaran
universal yang personal imanen ) dalam kelanjutan permainan keabadian
ini....bahkan jikapun akhirnya nanti ada kemungkinan mahapralaya total (seluruh
mandala ini sirna karena sunyata keterjagaan atau bahkan niskala kebinasaan
sentra yang meliputi segalanya).
Well, mahapralaya total sigma (tidah hanya zenka bahkan
sentra?) mandala ini … tampaknya memang ini yang belum diulas selama ini (sengaja
ditutupi ? NO, sejujurnya kita semua memang tidak tahu setidaknya masih ragu).
Ini memang sering kita hindari bukan saja karena tidak sepadan dengan urgensi
prioritas keutamaan pragmatisme keberdayaaan penempuhan namun juga mungkin
hanyalah memboroskan waktu & energy kehidupan kita dalam spekulasi rimba
pendapat. Namun, tampaknya kami sudah membawa anda terlalu jauh
tenggelam hingga bukan hanya ke kedalaman bahkan hingga ke dasar kemungkinan
yang mungkin ‘baru’ bahkan mungkin terdengar paling ‘gila’ selama ini. Adalah
tanggung jawab kami juga untuk posting terakhir ini (?) mengembalikan kita
semua ke permukaan kehidupan nyata dan kembali dalam kewajaran (walau mungkin
dengan perspektif paradigma kesadaran yang lebih baru & maju). Dan untuk
itu kami terpaksa perlu juga mengungkapkan pandangan inferensi filosofis yang
mungkin terdengar paling ‘gila’ tentang hipotesis realitas keabadian di 3
(tiga) fase untuk itu (Mandala Tiada Samsara, Mandala dengan Samsara,&
Mandala Tanpa Samsara). Ini tidak ditujukan untuk sekedar pemuasan akal
mengetahui kebenaran namun terutama penguatan diri untuk menjalani
kebenaran itu dengan tanpa syarat apapun …. Apapun yang terjadi, mencintai
kebenaran adalah kemutlakan (bukan pilihan … karena jikapun tiada keselarasan
dalam menyesuaikannya sebagaimana harusnya maka dengan keterpaksaan toh
kita akan tetap menerima keniscayaan akan dampak karmic & effek kosmik
nya). Tidak perduli apakah nanti akan ada kemanunggalan dalam pencerahan
ataupun kemusnahan untuk keseluruhan, tetaplah konsisten dalam transformasi
spiritualitas yang harmonis autentik & sinergis atas kesemestaan baik
eksistensial (diri pribadi), universal (alam kehidupan bersama) dan
transcendental (sentra keberadaan segalanya).
Ini sama sekali tidak dimaksud untuk menggenapi mitos (
semisal agama Shiva Buddha - Sabdo Palon? di atas). Bagi kami bukan hanya
kebodohan internal namun bahkan pembodohan eksternal untuk membuatkan belenggu
baru bagi semua. Namun jika kemudian ada yang ingin meng-klaim, menggunakan
atau memanfaatkannya biarlah itu menjadi beban tanggung jawab karmic atas effek
kosmik yang dilakukannya (kesesatan & penyesatan > kecerahan &
pencerahan ?). Well, bagi kami biarlah Realitas Kenyataan itu tetap utuh dalam
kesempurnaannya ... tidak usah memecahkannya dalam aneka kepingan pandangan
walau kita faham/ sadar dalam memilah memang ada Kebenaran yang memurnikan dan
ada juga Kepalsuan yang menjatuhkan namun kebijaksanaan atas keberimbangan
perlu dijaga untuk tidak menjerumuskan diri ke dalam mana kesombongan
pembandingan untuk ekstrem konseptual tertentu bahkan walau itu sesungguhnya
memang untuk mementingkan kebenaran tidak sekedar untuk membenarkan
kepentingan. (Dalam sutta nipata Buddha bahkan lebih halus & santun
menyatakan bahwa sesungguhnya tidak (perlu) ada (klaim konsep) kebenaran
tunggal .... yang ada hanyalah fakta permasalahan dan cara mengamati, mengalami
& mengatasinya saja.... Dukkha vs JMB 8.) Link there is no truth Bhante Punnaji.
Lagipula sebenar apapun idea pandangan belumlah berarti jika
saja tanpa penempuhan autentik,hingga memang terbukti dalam realisasi
penembusan & pencerahan selanjutnya. Konsep ini justru malah akan menyekap/
menjebak semuanya jika hanya menjadi fanatisme kepercayaan belaka apalagi jika
diikuti dengan radikalisme pemaksaan ... payah & parah. Dhamma harus
dilayakkan dengan pemberdayaan. Itulah sebabnya Buddha walaupun authentically
sudah menempuh, menembus dan memahaminya sendiri tetap menegaskan prinsip
ehipasiko pembuktian sendiri ketimbang hanyalah peyakinan fanatisme percaya
membuta bukan hanya karena secara pragmatisme begitu dangkal (hanya sebatas
intelektual bahkan emosional ?) & kurang berguna bagi progress kualitas
spiritual authentic savakaNya namun karena memang cukup berat dan tidak mudah
merealisasi pencerahan yang mutlak harus ditempuh dengan perwira secara mandiri
tidak membebani / menggantungkan pengharapan dari lainnya saja ... kualitas sejati
Ariya. So,Beliau telah bersikap bijak membabarkan paradigma saddhamma
pemberdayaan yang tidak hanya berguna dalam membantu dan memandu namun juga
tidak membelenggu & menipu diriNya dan juga SavakaNya.
By the way, bagaimana jika faham tsb ternyata bukan
keberdayaan & pencerahan namun keterpedayaan & penyesatan? besar
tanggungan karmik yang layak diterima ke semuanya. So, jangan naif/liar untuk
bodoh (picik, licik dan kasar) dengan melakukan kebodohan internal apalagi
pembodohan eksternal sebenar apapun anggapan anda ... apalagi jika kemudian
ternyata itu adalah ketersesatan dan lebih parah lagi jika memang hanya
penyesatan untuk kebanggaan pengakuan dan kepentingan kekuasaan saja. Well,
selain beban karmik sendiri tambahkan juga perkalian follower / subscriber
dengan jangka waktu pakai hingga kedaluarsa untuk bonus beban karmiknya,
bro/sis. (kalkulasi matematis amal/dosa jariyah berjamaah versi kami ?). So,
jangan korbankan diri anda dan juga (apalagi) lainnya dengan kekonyolan yang
tidak perlu & tak bermutu dalam derita penyesalan yang memang
mutlak perwira perlu ditanggung tidak hanya seumur masa kehidupan namun bisa
jadi akan sepanjang kalpa keabadian. Walau memang senantiasa ada celah
pencerahan/penyesatan di setiap dimensi alam kehidupan samsarik untuk
perbaikan/ penjatuhan evolutif , namun sebagaimana Buddha katakan diperlukan
ekstra kebijaksanaan (alobha/adosa/amoha), ketangguhan (sila/samadhi/panna) dan
'keberuntungan' (berakhirnya kammasaka buruk & berbuahnya kammasaka
baik, positifnya kammavipaka baru atas pacaya pemicu eksternal : misalnya sikap
batin simpatik mudita bagi petta paradattupajivika atas limpahan kebaikan
patidana untuknya dsb) bagi yang sudah menjadikan alam apaya seakan rumah
tinggal baginya (pengumbaran kecenderungan MLD moha- lobha- dosa yang kuat di
tempat yang 'tepat' ?)
Walaupun mungkin memang ada, diadakan atau diada-adakan bagi
kebenaran untuk personally bebas memilih jalan yang sesuai dan 'pembenaran'
kepentingan untuk memaksakan keinginan externally (?) , mungkin sebaiknya
(walau plus minus dampak memang tetap ada untuk diterima atas segala
konsekuensi pilihan) tetaplah sebagaimana kita semula (?) karena disamping kita
memang tetap harus menjalani tanggung jawab atas kamavipaka di saat ini adalah
bijak juga menghindari disharmoni eksistensial yang tidak perlu … apakah kita
muslim, Kristen, hindu, Buddha, dsb termasuk yang menyadari dirinya
agnostic ataupun maaf ….bahkan atheist sekalipun akan keilahian personal yang
umumnya(?) dianut /yang ini .. disini secara politis/ ideologis (?) masih
repot atau memang direpotkan, bro/sis ? /. Well, sebenarnya selama kita
masih sadar untuk bisa menjaga dan membawa diri dalam etika kebersamaan &
kesemestaan untuk saling empati,, harmoni dan sinergi seharusnya tidak menjadi
masalah apalagi dipermasalahkan (?). Ada keberagaman dalam keindahan pelangi
dimana masing-masing warnanya walau mungkin boleh naif untuk tidak harus
menyetujui satu sama lain akan keseragaman dengannya namun tetaplah harus arif
untuk senantiasa saling menghargai perbedaan keberadaannya masing-masing. Ini
bukan sekedar Kearifan Buddha atau Shiva yang memandang aneka keragaman delusi
pelangi berkonsep para bhava samsarik sehingga adalah tidak bijak untuk
mencabut seseorang dari akar habitatnya semula walaupun/apalagi dengan cara
yang sesungguhnya sangat kontra-produktif (pembenaran standar ganda
pseudo dhamma atau bahkan pemaksaan addhama : pembenaran arogansi identifikatif
& eksploitasi, manipulative/ intimidatif/ agressif dst). Well, untuk
kesekian kalinya (kami tekankan) Spiritualitas yang dewasa adalah just leveling
not for labeling ….memastikan keberdayaan tidak sekedar meyakinkan
kepercayaan, melayakkan pencapaian dengan penempuhan & penembusan tidak
sekedar melagakkan pencitraan dengan penganggapan & pengakuan, mengandalkan
tanggung jawab meniscayakan kesejatian tidak sekedar bermanja mengharapkan
'keajaiban' belaka, dsb.
dari posting Dhamma Seeker GHOSTWINDOWS 7
Cobalah untuk tidak
merendahkan sesuatu demi meninggikan lainnya (ide atau bahkan ego diri) Untuk
beranjak dari eksistensial menjadi transcendental kita harus bersikap
universal. (Universalisasi diri sesungguhnya kunci gerbang pertama dan utama
spiritualitas transenden)
Fahamilah
trick rasionalisasi pembenaran / irrasionalitas perendahan yang walau terkadang
diakui sebagai kecakapan yang mengagumkan dan menguntungkan bagi sebagian besar
kita dalam komunitas kebersamaan namun sesungguhnya dalam pandangan Saddhamma –
Dhamma Sejati itu adalah upaya pembodohan yang sangat parah bahkan kebodohan
yang amat payah … ingatlah tidak hanya ucapan yang diungkapkan dan tindakan
yang dilakukan bahkan konten perasaan dan fikiran kita akan berdampak juga pada
keberlanjutan diri kita nantinya apalagi jika harus ditambahi dengan beban
tambahan karena penderitaan dan penyesatan atas lainnya… keburukan dan kebaikan
walau tidak selalu instan ataupun identik potentially akan berbalik juga ke
sumbernya siapapun kita (orang biasa atau tokoh terkemuka , tidak hanya manusia
namun juga semuanya termasuk brahma, mara, dewata, asura apapun identifikasi
yang kita anggapkan bagi diri sendiri atau pengakuan yang kita harapkan dari
lainnya). Dalam posting Sita Hasitupada … apakah anda mengira Buddha Gautama
tersenyum karena dia bangga akan telah tercapainya kebebasan pencerahannya dan
memandang rendah mereka yang masih belum terjaga bahkan lelap bermimpi dalam
keterbatasan panna kebijaksanaannya? Kami memandangnya tidak demikian… Dia
tidak mungkin transendental mencapai nibbana jika masih ada naifnya keakuan
untuk berbangga menyombongkan diri atas lainnya apalagi karena merasa bahagia
atas derita makhluk lain yang belum terjaga (malah level eksistensial tidak
universal?). Itu adalah senyum murni kearifan sakshin (istilah mistik
“penyaksi”?) atas kesedemikianan Realitas Dhamma atas fenomena dhamma
yang internal/eksternal – individual/universal – eksistensial/transcendental.
Dalam Prajna Paramita Hrdaya Sutra (Mahayana ?) Buddha Avalokitesvara memandang
segalanya walau memang beda namun setara tanpa perlu memperbandingkan dualitas
pembeda (amala – avimala … suci – tidak suci). Desain advaita memang sedemikian
adanya tanpa perlu mana kesombongan identifikasi semu pengakuan diri apalagi
autorisasi untuk memanipulasi lainnya sehingga .universalisasi kasih
eksistensialitas ‘diri’ para Ariya itu kiriya non karmik .. murni apa adanya
sebagai aktualisasi kewajaran (karena memang keterjagaannya) tidak lagi sekedar
pelayakan kesadaran (karena perlu keterarahannya) apalagi deficiency pencitraan
(karena demi kepamrihannya),
Well, Spiritualitas walau
tampak sederhana memang sangat complicated (satu gerbang ilmu hanya bisa dibuka
jika wilayah ilmu-laku-teku sebelumnya bukan hanya telah difahami dan dijalani namun
telah dicapai / dikuasai dan tanpa dilekati perlu dilampaui untuk memasuki
gerbang berikutnya). Lagipula kita juga perlu realistis dengan segala
keterbatasan dan pembatasan yang ada termasuk dan terutama keberadaan diri ....
sudah layak atau belum. (Nibbana baru bisa tercapai dalam Panna keterjagaan
sempurna magga phala tidak sekedar sanna persepsi sebenar apapun pandangannya
tidak juga tanha obsesi sehebat apapun pengharapannya).
So, sebagaimana wadah yang
kosong, resik dan terbuka yang memungkinkan terisi lebih penuh, murni dan
terjaga bukan hanya perendahan keakuan untuk melayakkan peningkatan
reseptivitas diri namun tampaknya perlu penghampaan keakuan untuk lebih
melayakkan penyelaman/ pencerahan yang lebih dalam lagi.
Spiritualitas yang dewasa mutlak
memerlukan kelayakan dengan pemastian kehandalan bukan sekedar pelagakan
meyakinkan kecitraan belaka. Pencapaian keberdayaan untuk menghadapi segala
kemungkinan tidak sekedar menggantungkan pengharapan kepercayaan yang
bisa saja semu adanya... kemelekatan fanatis atas dogma justru akan bisa
kontraproduktif sebagaimana pelekatan naif lainnya.
Fokuskan
saja realisasi pada pelayakan Ariya .... Nibbana atau Samsara terserah Niyama
Dhamma. Di wilayah manapun dalam peran apapun pada situasi dan kondisi apapun
juga seorang Ariya tetap akan mampu bermain apik tidak hanya secara cerdas
tetap swadika dalam keterarahan namun juga tetap dengan cantik tanpa
mengacaukan segalanya. (Ibaratnya CR7 atau Lionel Messi yang walau sesungguhnya
bisa mengatasi bermain bola di klas liga dunia namun jika hanya tampil di
turnamen kampung .... pasti akan lebih menguasai tentunya). Pencerahan adalah
utama ... pembebasan 'hanyalah' bonusnya saja. Obsesi internal sebagaimana
ambisi eksternal adalah tanha yang tersamar sebagaimana juga avijja lainnya
(Ashin Tejaniya : jangan remehkan asava defilement karena ketika peremehan
dilakukan anda sesungguhnya terlecehkan sendiri karena dijatuhkan dengan
kesombongan anda ... awas spiritual materialism Chogyam Trungpa).
rasanya agak melantur (nggak nyambung )
kutipannya ?. Oke langsung saja
hipotesa teoritis
3 (tiga) fase (Mandala.
Well, ini hipotesa teoritis dari 3 (tiga)
fase (Mandala Tiada Samsara - Mandala dengan Samsara - Mandala Tanpa
Samsara).
1. Mandala Tiada Samsara, ( Fase hanya Dhyana
> Dhamma )
Transenden = Transendental - Universal
- Eksistensial (Esa - yang ada hanya Dia Sentra Yang Esa )
2. Mandala Dengan Samsara, (Fase dalam Dhamma < Dhyana )
Transenden = Transendental , Universal
, Eksistensial (Segalanya ada karena Dia Sentra
Yang Esa)
Tanazul Genesis = emanasai , kreasi , ekspansi ?
2.1. Awal : Mandala Pra Samsara
Transendental : keterjagaan esensi / zen ?
Nibbana
Universal : keterlelapan energi / nama
Brahma : arupa & rupa ,
Eksistensial : kebermimpian etheric / rupa
Kamavacara : dunia - surga & apaya
2.2.. Kini : Samsara Pra Pralaya
Dunia : sd pralaya
Svarga : sd pralaya (paska dunia )
- Apaya : sd pralaya ( lokantarika ?)
- Brahma : sd pralaya ( abhasara etc
Nibbana : sd advaita ?
2.3. Nanti : Samsara Paska Pralaya (versi Buddhism ? )
Lokantarika : residu rupa paska terkena pralaya : dunia -
apaya - svarga - hingga rupa brahma Jhana 1 sd 3
Brahmanda : restan nama tidak terkena pralaya :
Sudhavasa + Anenja /& Rupa Brahma : Jhana 4 - 3 - 2 ( abhasara
)
Lokuttrara : bebas dari samsara & pralayanya : Asekha
nibbana ( eksistensial ? + universal & transendental-nya)
What's next ?
- Siklus fase ke 2 Mandala Dalam Samsara berlanjut lagi
(Kisah kasih nama rupa Brahmanda Lokantarika bersemi
kembali sebagaimana biasanya ? ... kecuali lokuttara & suddhavasa
harusnya plus vehapala yang masih mantap & anenja yang masih terlelap
juga ?)
- atau .... kembali ke fase 1 (kemanunggalan azali karena
pencerahan keseluruhan/& keterjagaan Dia Sentra Yang Esa)
- atau haruskah ada fase 3 (kemusnahan total karena
kekacauan keseluruhan & kebinasaan Dia Sentra Yang Esa )
3. Mandala Tanpa Samsara (Fase tanpa
Dhamma - tiada Dhyana )
tiada Eksistensial - Universal
- Transendental (Segalanya tiada tanpa Dia
Sentra Yang Esa )
Adakah Sentra dengan sigma & zenka lain ? Maha Sentra
Utama ? dst dsb dll
idea tidak lagi dibahas bisa keluar jalur
?
Spekulasi Rimba Pendapat tak perlu karena hanya memboroskan
energi, perdebatan tak perlu & sama sekali bukan upaya yang perlu
untuk bersegera dalam penempuhan keberdayaan aktual ? Samsara
pribadi (eksistensial ) saja belum diketahui awalnya dan akhirnya (kejujuran
nirvanik Buddha ), apalagi samsara
semesta (universal) terlebih lagi transendental .
So, Quo Vadis ?
Hakekat anatta Buddhisme :
Dengan tanpa menafikan untuk selalu tetap empati, harmoni
dean sinergi dengan kepantasan tanggung jawab dagelan nama rupa kita ( terutama
dengan semakin selaras dalam sinkronisasi atas kaidah Saddhama di level
eksistensial, universal & transendentalnya) , Be genious ...
janganlah terlalu terbawa obsesi internal (walau mulia?) apalagi ambisi
eksternal (demi ego pengakuan, kekuasaaan) apalagi bermalasan seenaknya (malah
semakin naif liar mengumbar) hingga hanyut tenggelam dengan sensasi/fantasi
figur eksistensial yang sudah, sedang dan akan kita perankan selama ini.
Dihadapan Realitas Kasunyatan kita sesungguhnya hanyalah media impersonal tanpa
inti (anatta) dalam proses timbul lenyapnya cittakhana agregat kesadaran akan
keberadaan nama rupa (anicca) yang jika karenanya kita moha terbodohi sebagai
entitas 'keakuan' maka kita akan cenderung lobha melekati (menyenangi untuk apa
yang menyenangkan ego kita saja) dan dosa membenci (kesal dengan apa yang
mengesalkan ego kita saja) dan mengakibatkan rangkaian papanca kecenderungan
MLD (moha-lobha-dosa) yang semu, naif dan liar akan penderitaan (dukkha). Perlu
kebijaksanaan Saddhama demi addukha (amoha, alobha, adosa) yang
semakin intensif levelnya dalam kedewasaan eksistensial, untuk kesemestaan universal,
hingga pencerahan transendental ..... Untuk kesekian kalinya : Be realistics to
Realize the Real.
So, tidak perduli apakah nanti akan ada
kemanunggalan dalam pencerahan ataupun kemusnahan untuk keseluruhan, tetaplah
menjalani transformasi spiritualitas yang harmonis autentik & sinergis atas
kesemestaan baik eksistensial (diri pribadi), universal (alam kehidupan
bersama) dan transcendental (sentra keberadaan segalanya).
posting akhir Dhamma Sekha
http://kalamadharma.blogspot.com/
Intinya
begitu berharganya kehidupan sebagai manusia (tanpa menafikan sebagaimana juga
lainnya), bro. Dengan tidak terlalu mengumbar kebebasan menurutkan
kecenderungan nafsu (wille zur macht .. keinginan akan kekuasaan?) dan justru
mengarahkan diri dengan kebijaksanaan maka akan ada kebajikan bagi semuanya
(kedewasaan berpribadi dan dampak potensi kewasesaan yang akan mengikutinya).
Segalanya akan dan seharusnya menjadi lebih baik dan semakin baik. Jadi
tolonglah jika tidak mencerahkan janganlah menyusahkan apalagi menyesatkan dan
menghancurkan. Sungguh anda (tepatnya: kita) tidak tahu dengan siapa
sesungguhnya kita senantiasa berhadapan .... hidup ini tidak sekedar interaksi
antar figur personal namun ini permainan kompleks media impersonal dimana
segalanya jeli terawasi, akurat terkalkulasi dan potentially akan berdampak
.... sebagaimana gema suara, apa yang kita lakukan akan kembali juga kepada
arus kesadaran kita ... baik ataupun buruk, saat ini ataupun nanti , di sini
ataupun di sana dalam peran/sikon apapun kemudian ... (dampak metafisis,
sociologis & psikologis ?). Bagaikan sigma kuanta cahaya pelangi yang
saling melengkapi dalam keberagamannya walau dalam label dan level berbeda
namun tetap dipandang setara dalam Kasih Universal ... ada kesedemikianan
Dhamma yang walau Impersonal tidak menuntut pengakuan namun secara Transenden
kaidahnya berlaku di setiap wilayah immanenNya secara homeostatis,
interconnected, equilibirium.
Be Truth Lover whoever & wherever we are ...
(Jadilah pecinta kebenaran siapapun dan dimanapun
kita)
karena itu adalah keniscayaan nyata yang (memang?) harus
kita terima
Apapun yang terjadi, mencintai kebenaran adalah kemutlakan
(bukan pilihan … karena jikapun tiada keselarasan dalam
menyesuaikannya sebagaimana harusnya maka dengan keterpaksaan toh
kita akan tetap menerima keniscayaan akan dampak karmic & effek kosmik nya
juga .... jadi 'sami mawon' / sama saja ). Hidup dalam kebenaran
seharusnyalah hidup dengan kebenaran juga.
Keselarasan dalam Saddhamma .... Inilah cara untuk
menjalani kebenaran itu dengan tanpa syarat apapun Well, bukan
hanya "sekedar' demi membawa level evolusi pribadi yang lebih baik
(eksistensial), menjaga harmoni dimensi yang semakin kondusif (universal)
namun karena memang demikianlah amanah keselerasan yang ditetapkan untuk
dijalani (transendental).... sinkronisasi peniscayaan berkah yang memang
seharusnya dilakukan atas keniscayaan berkah yang sudah digariskan pada
keberadaan, dalam kesemestaan oleh kesunyataan Impersonal Transenden ini.
Kutipan keselarasan Dampak Saddhama ? (dampak
metafisis, sociologis & psikologis ? - akhir kalama sutta ).
dari : http://teguhqi.blogspot.com/2020/07/ewuh.html
Tentang Kalama Sutta : Buddhism & Philosophy : The Kalama Sutta.pdf (p.78-87) Bro Billy Tan
https://www.youtube.com/watch?v=wR-w4ez1ZMw&list=PLZZa2J4-qv-YsOH1t3O8CgDr6C4R-4gE4&index=13&t=63m30s
untuk referensi autoritas akademis pengetahuan
“agama” Buddhism
https://www.youtube.com/watch?v=DPyaQqW3PyE&list=PLZZa2J4-qv-YsOH1t3O8CgDr6C4R-4gE4&index=16&t=0s
atau bagi realisasi praktisi penempuhan Dhamma
“Buddhism”.
https://www.youtube.com/watch?v=i1yGivdWUaA&list=PLZZa2J4-qv-YsOH1t3O8CgDr6C4R-4gE4&index=3&t=48m46s
Sesungguhnya kebenaran bersikap, kebijakan berpribadi dan
kebajikan berprilaku tetaplah berguna (bahkan kalaupun saja semisal jika
kehidupan ini ternyata hanyalah vitalitas kebebasan semu & liar belaka
/ahetuka ?/ sehingga sama sekali tidak ada dampak karmik secara metafisik atas
effek kosmik yang berlangsung /tiada pelayakan tihetuka bagi pemurnian untuk
penembusan/ pencapaian / pencerahan, minimal perolehan deposito 'liburan'
surgawi (?) ... itupun tetap berdampak positif dalam kebersamaan sosiologis di
sekitarnya (kenyamanan kepercayaan, kebahagiaan, dsb) minimal secara psikologis
(tiada penyesalan karena tidak bertindak buruk, tanpa kekecewaan karena mampu
berprilaku baik sehingga tanpa perlu kerisauan/kecemasan lagi ketika masih
hidup bahkan jikapun harus melepaskannya kala meninggal dunia .... walau belum
ideal berlevel ariya,,mampu tihetuka bhavana, mulia layak surga, mantap
secara duniawi, dsb ; Jika memang tiada dusta buat apa berduka ... walau
memang tentu saja harus tetap perwira bersedia bertanggung-jawab untuk menerima
apapun juga konsekuensi kemungkinan kompleksitas dampak karmik dari effek
kosmik yang dilakukan tindakan / ucapan, fikiran/perasaan dsb ? Fair perwira
diterima ... bukan hanya atas kebenaran, kebajikan dan kebijakan namun juga
kebodohan, kesalahan dan keburukan bahkan juga kepalsuan, kebejatan dan
kekejaman yang telah kita lakukan selama samsara ini. ). Segala hibrah
kenyataan memang perlu terjadi sebagaimana hikmah kebenaran yang seharusnya
terjadi ... walau tidak selalu identik apalagi instan (dikarenakan 'kebetulan
/ digariskan' ? memang ada kompleksitas banyak faktor yang bermain di
sana) . Tidak ada yang salah dengan fenomena eksternal bagi diri dengan
realitas internal yang memang sudah senantiasa berusaha, terbiasa apalagi
memang sudah terniscaya untuk selalu swadika terjaga tanpa perlu noda
asava (miccha ditthi, mana, tanha & avijja vipalasa lainnya) untuk
senantiasa jernih mengamati (yoniso manasikara?), dengan tegar menjalani (sati
sampajjana?) dan bijaksana untuk mengatasinya (appamadena sampadetha?). Well,
Realitas tilakhana Kebenaran yang nyata dalam setiap fenomena kenyataan yang
tergelar memang seharusnya terjadi sebagaimana kelayakan keniscayaannya walau
itu mungkin saja tidak sesuai dengan keinginan/ harapan / sangkaan kita
semula.
3 dantien = akal - hati - pusat (tidak ada yang salah dari
semuanya jika selaras terpadu ?)
Tantrik
Osho, Taoism ?) kadang terjebak dan tersekap dalam labirin sex - cinta -
kasih ini. Sex atau birahi (kama) bersifat nafsu sensual, cinta (sneha)
bersifat personal , sedangkan kasih (metta) bersifat kosmik impersonal. Ini
kami ungkapkan bukan hanya karena kami memandang tetap perlunya pembabaran
Saddhamma yang walau memang ditempuh secara eksistensial hendaknya juga
melampaui universal untuk menjangkau transendental demi transformasi pencerahan
spiritual yang dijalani. Alasan lain adalah dikarenakan kami memandang living
kosmik ini utuh dalam keseluruhan (katakanlah semacam organisma besar) maka
perlu perimbangan kemurnian nirvanik yang arif/kuat mengatasi kecenderungan
alami samsarik yang 'naif/liar' untuk membuatnya cukup 'sehat/ tepat' agar
tetap mantap bertahan dan lancar berjalan. Jikapun tidak memungkinkannya dalam
keterjagaan pencerahan total keseluruhannya minimal tidak membuatnya jatuh
terpuruk dalam kehancuran. Meminjam istilah Sadhguru Yasudev (?), Karma
samsarik sesungguhnya tidak hanya berdampak sebatas pada pribadi eksistensial
pemerannya saja namun juga bereffek pada wadah arena semesta universal yang
menampungnya. Atau menganalogikan dalam Mistik Hinduism (day & night of
Brahman ) seandainya samsara ini hanya Ke-Esa-an yang terlelap bermimpi, maka
jika beliau terjaga semoga senantiasa lebih segar karena kecerahan tidur tanpa
"mimpi buruk"nya ....mungkin perumpamaan itu bisa menjadi pemicu baru
mengapa transendensi eksistensial evolusi pribadi perlu dijalankan dan
transendensi universal harmoni dimensi perlu diusahakan ...
(sekedar tambahan terma filsafat theosofist ini : eros -
filia - agape ? cinta sensual - altruisme kemanusiaan - kasih keIlahian )
So, Be Selfless (not selfish ? )
20122020
Sungguh, ini adalah 'pembiasaan?' latihan mudita bersimpati
karena penghargaan dan demi pengharapan kebaikan bagi semua (terutama
para Neyya Saddhamma). Semoga tidak ada noda asava cetana
kehendak internal kedengkian/ keirian hati dalam penempuhan &
pencapaiannya. Kalaupun ada itu adalah karena kebodohan internal yang memang
seharusnyalah kami tanggung jikapun kemudian terlontar dalam celaan &
hasutan malah akan jadi pembodohan eksternal apalagi jika lebih dari itu ...
wah, konyol bin pekok parah bin payah. Kami sedapat mungkin
berusaha untuk tidak akan membuat belenggu penjerat/ penyesat kepada lainnya
dan tidak akan juga membuat bumerang pemenggal bagi diri sendiri. Jika tidak
mampu membuat kenyamanan surgawi di bumi agar demikian juga sepantasnya yang
diterima di sana kelak tak akan kami buatkan neraka yang membakar diri sendiri
apalagi lainnya (walau tahu juga caranya, hehehe.)
Perangkap motif tersirat jika memang tiada dusta ? ini bukan
kelicikan politis yang memanfaatkan walau mungkin kepicikan gnosis(?) dalam
memotivasi referensi untuk realisasi pencapaian nirodha samapatti neyya (x doa
ratana sutta , konsultan tuhan dengan munajat muhabala ?) untuk atasi corona ?
Pasupathi Shiva ... menghargai kesetaraan hidup (So, atasi dengan herd
immunity, healthy style, etc). Asumsi analisis prediktif kami adalah Nirodha samapatti paska pelayakan kemurnian spiritual merupakan satu
alternatif lompatan pencerahan semua dimensi (gotrabu atas anuloma) .. walau
tampaknya memang tetap sebatas bagi dampak karmik evolusi pribadi tidak
directly memiliki effek kosmik bagi semuanya (atasi bencana corona, jelasnya
gitu, bro /sis ?)
Well, harusnya sekarang sudah cukup kuat pondasi
paradigma spiritualitas Saddhamma untuk melangkah ke unit berikutnya.
Berikut hanya curhat pribadi .. bisa
dilewati
Atau mungkin ... walaupun banyak input data lama
ditegaskan & data baru diberikan, namun tampaknya struktur paradigma sudah
kacau menyimpang dari rencana semula (sejak 10102020 ?) . Perlu publish posting
baru yang lebih fresh & direct ... Pedoman Praktis Panduan Pribadi (inget
nostalgia P4 zaman orba dulu ? ) Parama Dharma diri hingga kini yang belum
pasti (apalagi terbukti , dijalani saja belum ... cuma teori doang,
bro/sis) dan karenanya senantiasa perlu revisi terus menerus. Yaa,
minimal 5 faktor bagi perjalanan hidup di semua dimensi keabadian (Realisasi
kesadaran, kecakapan, kemapanan, kearhatan? & kewajaran sebagai
transformasi ekuivalen paradigma semula kearifan, keahlian, keuletan,
kebaikan dan kesucian ) .... Well, dicoba jika tidak tuntas lagi seperti
biasanya direhat lagi atau dianggap selesai saja dan lanjutkan sendiri saja, ya
? Just for Cruiser ( not for Believer )... Hanya untuk (masukan pemberdayaan)
para penjelajah bukan untuk dipercaya orang yang hanya asal
percaya (begitu saja).
Sebelumnya terima kasih mengapresiasi fasilitas yang diberikan
internet (blogger, youtube, google, Archive,org, dll) atas ketersediaan media
katarsis pribadi terutama di masa galau corona saat ini. Dan para reader
pembaca yang tetap setia, rahasia dan penuh kearifan/kebaikan mengikuti
sharing "kutu loncat' ini (dengan tanpa memberi komentar apalagi gangguan
apapun juga walau kami baca ulang wacananya bukan hanya tidak jelas namun
memang sakau, kacau dan galau , hehehe )
... dst dsb dll. (anggap ... sudah selesai ... gitu aja koq
repot. Hidup sudah sulit malah dibikin ribet )
21122020 : Just for Cruiser / True Seeker( not for Believer ).
... satu dua minggu libur akhir tahun semoga bisa selesai
untuk sambut tahun baru 2021 dengan nuansa baru (beda?). Tapi nggak
janji, lho (supaya bisa tak menepatinya dengan tanpa meninggikan kemuliaan diri
dengan memanipulasi kemuliaan namaNya ?)
Formulasi
taktis pemberdayaan
Untuk sementara, sebagai manusia di dunia (peran untuk alam
lain menyesuaikan situasi/kondisi/dimensi .... jujur saja belum tahu ;
maklum level masih dihetuka padaparama : jangankan samma samadhi , racut piknik
mandiri ke alam lain /iddhi parihariya rendah/ sederhana ?/saja nggak bisa ... mungkin
nanti jika sudah mati bisanya dan riset lagi , hehehe.
Sial, stuck
(macet) lagi my flowing inspiration .... ( sebelumnya masih belum tuntas
apalagi lanjutnya ) .... padahal doping sudah lebih dari cukup (sudah sesak
dada karena banyak rokok, sebah lambung karena kombor kopi dan telinga hampir
pekak karena dengar musik walau cuma penikmat pasif saja, hehehe ..)
rehat lagi.… Just a pretending liar (hanya pendusta munafik) ? maybe…
mungkin. Dalam keterbatasan level yang memang demikian adanya (dihetuka
padaparama?), kami tidak perlu malu mengakui dan ragu menyatakan ada benarnya
juga. Well, bukan apriori kesemuan (musik ratapan?) sebagaimana yang mungkin diperkirakan para Neyya/ Yogi
mistik di permukaan namun empati keharuan yang kami gunakan untuk memicu
intuisi 'logika' hati hidup (maunya sih insight 'logika' pusat juga ...
apadaya, hehee ). Kami bukanlah orang suci yang ‘genius’ sehingga karenanya
memang perlu ‘cerdik’ (cerdas namun agak licik ? bukan gaya pakar apa yang
mudah dibikin sukar menakjubkan di permukaan , ini yang sukar diusahakan mudah
sederhana dalam kebersahajaan ... guyon) menggunakan cara itu untuk menggapai
idea yang susah dicapai dengan intelek logika akal biasa (mencuri hikmah ?).
Well, dengan tanpa menjadikan ini sebagai kontroversi yang justru akan
menghalangi perjalanan via peta spiritual anda … Ini hipotesis kami tentang
Yakha Javanasabha (baca: Sotapana Bimbisara). Konon paska kewafatannya Raja
Bimbisara rebirth sebagai Yakha (dengan kualitas sotapana “hanya” berlevel dewa
catumaharajika yang notabene dekat dengan dunia bahkan hampir apaya ?).
Dikatakan karena kemelekatan beliau kepada music. Maaf, kami perlu jujur (walau
mungkin tidak benar) bahwa kami memandangnya agak beda. Itu disebabkan karena
kualitas hatinya begitu tulus murni (walau mungkin memang masih agak naïf …
vipalasa vedana bukan panna phassa). Beliau sangat mengasihi Buddha Gautama
gurunya yang masih hidup saat itu (bandingkan juga dengan asekha Ananda yang
baru bisa mencapai arahata kala/jika? Buddha mangkat) dan maaf … dia juga
sangat mencintai anaknya Ajattasattu yang begitu menyesal karena tega bukan
hanya mengkudeta namun bahkan membunuh ayahnya sendiri yang sangat
menyayanginya ... bahkan sejak sebelum dia dilahirkan (?). Kedurhakaan ini
konon dilakukan karena provokasi radikalisme addhamma dari Devadatta gurunya
(?). Namun demikian, Kualitas Ariya yang murni (walau dalam level sekha belum
asekha) tidaklah menjadikan batin/ hati sotapanna Bimbisara (ak Yakha
Javanasabha) menjadi ‘dingin’ & ‘kering’ akan cinta kasih dan karenanya
beliau tidak peduli di dimensi mandala apapun (nibidda samsara atau obsesi
nibbana?) dia ditempatkan.. Tanpa niatan membela apalagi mencela, kemurnian
metta karuna bukan sekedar keinginan sneha tanha inilah yang justru akan
membawanya selalu berada di Jalan Pencerahan walau mungkin saja saat itu
Dia masih suka selalu kontak berdekatan dengan gurunya hingga Buddha
parinibbana atau tidak tega meninggalkan anaknya yang akan menderita di neraka
. Entahlah, Mungkin memang akan tiba saatnya bagi kita semua memahami untuk
menerima kaidah permainan keabadian yang begitu kompleks dan tidaklah
sesederhana sebagaimana yang bisa sekedar dikonsepkan secara intelektual.
Semoga saja jika ini tidak bisa mengikis arogansi spiritualitas dengan juga
menerima perbedaan dalam kearifan, ini tidak disikapi sebagai gangguan
eksternal akan tetap pentingnya samvega ketergugahan untuk tidak hanya
pariyati, namun terutama patipati hingga pativedha sebagaimana harusnya. (wah..
koq jadi tampak kepo sewot tranyakan begini & ngawur lagi... hehehe, dasar
puthujana ... ini mencela diri sendiri, guys. Bukan Bhante apalagi Dhamma
yang dibabarkan ... bisa kualat beneran, lho )
https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/musuh-yang-belum-lahir/
GESERAN LAGI
kajian filosofis & curhat pribadi berikut
perlu dimasukan atau digeser dulu, ya ?
Well, kita lanjutkan lagi ... mungkin ini agak
umum sekuler (walau tetap berusaha tidak menyimpang secara spiritual) di unit
ini. (apa baiknya sketsa awal lama dihilangkan dulu supaya arus idea baru bisa
mengalir lebih bebas ?)
DST DSB DLL
QUO
VADIS ? Mau
Kemana ?
Jadi
sekarang bagaimana ?
mozaik puzzle masih kacau balau ? hehehe, lebih
susah daripada 'sonji buntut' dulu (walau jarang nembus ... nostalgia tempo
doeloe, bro). Okelah , diselesaikan sebisanya. (daripada galau corona di zona
merah ... jateng wonogiri dapet ranking infonya link nggak perlu ,
, Well, bukan baik buruk itu masalah bejo apes ? siapapun bisa kena
tinggal betah siapa ... virusnya apa stressnya, hehehe.)
link nggak perlu : https://travel.detik.com/travel-news/d-5302369/mau-libur-akhir-tahun-jauhi-daerah-zona-merah-ini-daftar-lengkapnya nomor 31 ?
CUT (geser ke bawah )
Geser
garapan dulu (cut or copy .... ?) daripada penuh sampah (limbah
hikmah ?) di tata ulang lagi saja ...CUT !
terang sekarang
Wah, ceroboh juga kami ... Kutipan
Katarsis untuk Resume hilang terpotong ?
Nanti dimasukkan lagi untuk arsip
Finally ,
Jadilah media kebaikan yang murni x media keburukan yang kacau bagi diri sendiri, makhluk lain dan living cosmic ini baik transendental, universal, eksistensial . senantiasa terjaga sebagai media impersonal akan figur personal samsariknya sehingga memungkinkannya untuk bukan hanya berjaga dari keterpedayaaan bahkan semakin memberdaya diri namun juga mampu menjaga untuk tidak hanya memperdaya lainnya namun justru memberdaya lainnya..... tetap orientasi berpandangan, berpribadi, berprilaku ariya apapun peran, dimanapun dimensi dan kapanpun situasi kondisinya. Menerima tanpa perlu kebencian, mengasihi tanpa perlu pelekatan , melampaui tanpa perlu merendahkan. So, jika keniscayaan pembebasan/ pencerahan/ pemberdayaan belum mampu tercapai, keselarasan tertib kosmik yang holistik, harmonis dan sinergik akan kebenaran, kebajikan dan kebijakan masih terjaga .... bagi diri sendiri, makhluk lain dan living cosmic ini.
Semoga segalanya cukup bijaksana untuk memahami samsara permainan abadi kehidupan ini
Semoga segalanya mampu berbahagia untuk mengasihi konsekuensi interconnected logis yang terjadi
Semoga segalanya makin berdaya untuk melampaui dilemmatika amanah tanggung jawab pemeranan yang diterima
BLOG 22012021 FINAL by BLOG
https://archive.org/download/blog-22012021-final/BLOG%2022012021%20FINAL.rar
(184 MB)